GL Magnum2Auditorium Lantai 2 Gedung SBM-ITB hari Sabtu (16/4) lalu penuh dengan civitas SBM ITB. Walau hari libur dan pagi hari hal ini tidak menyurutkan minat peserta kuliah tamu bertajuk “Magnum Marketing Strategy” dari Ibu Meila P. Handayani (Magnum Brand Manager).

Magnum adalah merek es krim premium dari Walls yang merupakan bagian dari Unilever yang pertama kali diperkenalkan ke publik pada tahun 1987 di Inggris. Sejak saat itu hingga kini ada sekitar 24 varian Magnum telah diluncurkan oleh Unilever di seluruh dunia. Di Indonesia sendiri, Magnum masuk sejak 1992. Kini di program relaunching produk dan launching varian barunya, Magnum menjadi semakin populer setelah kampanye online dan offline yang mereka lakukan akhir 2010 lalu. Lalu pada Februari 2011, Magnum meresmikan kafe pertama mereka di Indonesia yang mengambil lokasi di pusat perbelanjaan mewah di kawasan Jakarta Pusat, Grand Indonesia.

Meila dengan atraktif berbagi mengenai pengalamannya dalam menyusun strategi Marketing Magnum yang terbilang sukses diterima di pasar indonesia. “Saya dan tim sempat takut dengar target growth 700%, apalagi dengan rendahnya konsumsi eskrim di Indonesia. Hanya setara dua stick per orang per tahun”. Meila memutuskan untuk menjalankan strategi ‘irrational buying’, “Pokoknya gimana caranya biar si Magnum ini diomongin semua orang. Kalau belum makan Magnum, belum gaul.” Tambahnya.

GL Magnum1Momentum peluncuran Magnum sangat diperhatikan oleh Melia. Sebelum relaunching Magnum, dia dan tim sudah melakukan riset pasar yang komprehensif. Magnum menggarap segmen dewasa 25-35 tahun, mengingat segmen ini belum “terjamah” produk es krim. Dan dari riset pula diketahui bahwa segmen dewasa ternyata menggemari produk premium. Ini dikuatkan dengan gandrungnya produk frozen yoghurt yang dijual dengan harga premium.

Produk Magnum sendiri digarap habis. Kualitas bukan kompromi. “Kita pilih cokelat Belgia sebagai cokelat yang punya kualitas tinggi. Pekat dan minim campuran sehingga bisa ada sensasi “krek” waktu gigitan pertama” Terang Melia. Tak hanya cokelat Belgia, namun tiap detil dari produk sangat diperhatikan. Stik eskrim yang dicap Magnum, packaging yang di-print bolak-balik, vanila yang diproses khusus, semua dilakukan untuk memanjakan konsumen selayaknya putri raja.

“Kita punya pengen jadi LV-nya ice cream” begitu terang Melia. Sebuah kemewahan yang dibungkus pada sebuah produk eskrim vanila dibalut cokelat. Mind ini tertancap disetiap tim dan diimplementasikan se-real mungkin dalam setiap strategi komunikasi Magnum. Pesan yang disampaikan di setiap media pun sejalan : “memberikan kemewahan seorang puteri raja”

Tiga jam kuliah tamu ini terasa sangat cepat. Peserta kelas tak henti memberikan pertanyaan. Di akhir sesi, Melia meminta saran tentang pengembangan Magnum ke depannya kepada peserta kelas. Kuliah terasa interaktif dan lebih mirip diskusi dua arah. Terakhir sebagai penutup manis, tiap peserta kuliah membawa pulang eskrim Magnum cuma-cuma, dengan varian rasa baru. ***(ikazain)