Sebanyak 150 peserta dari kalangan mahasiswa Universitas Airlangga (Unair), Institut Teknologi Bandung (ITB), dan umum menghadiri Kuliah Umum Kebijakan Makroprudensial. Acara yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia pada Selasa, 29 November 2022 melalui Zoom Meeting ini bertujuan untuk mensosialisasikan peran salah satu Bank Indonesia, yaitu kebijakan makroprudensial.

Tepat pukul 13.00 WIB acara dibuka oleh Mal Isniani SM Yanti, Direktur Departemen Kebijakan Makroprudensial Bank Indonesia, Sylviana Maya Damayanti, Asisten Profesor dalam Literasi Keuangan Digital di SBM ITB Kampus Jakarta, dan Rossanto Dwi Handoyo, Kepala Departemen Ilmu Ekonomi Universitas Airlangga.

Acara dibagi menjadi tiga sesi. Pertama membahas konsep kebijakan makroprudensial di Indonesia. Lalu kebijakan makroprudensial di Indonesia, dan terakhir perkembangan sistem keuangan terkini.

Bank Indonesia memiliki tiga pilar kebijakan yang bertujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah: Kebijakan Moneter, Kebijakan Makroprudensial, dan Kebijakan Sistem Pembayaran. Kebijakan Makroprudensial masih awam bagi masyarakat, padahal kebijakan moneter dan kebijakan mikroprudensial tidak cukup dalam menjaga stabilitas makroekonomi, sehingga diperlukan kebijakan makroprudensial yang turut mendorong terjadinya kestabilan sistem keuangan.

Terdapat tiga pilar utama kebijakan makroprudensial: Kebijakan Makroprudensial yang  Forward Looking, Dinamis, dan Terukur, Surveilans Sektor Keuangan yang Dinamis dan Berorientasi pada Risiko Sistemik dan Sinergi kebijakan Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) Internal dan Eksternal. SSK merupakan mandat bersama.

Terdapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang memiliki peran masing-masing dalam menjaga dan memelihara SSK antara lain: Kementerian Keuangan dengan kebijakan fiskalnya, Bank Indonesia dengan tiga perannya, Lembaga Penjamin Simpanan dengan penjaminan simpanan dan resolusi bank, dan Otoritas Jasa Keuangan dengan kebijakan mikroprudensialnya. KSSK rutin mengadakan pertemuan untuk memantau dan koordinasi meskipun dalam setiap pertemuan tidak perlu menghasilkan sebuah kebijakan.

Transformasi kebijakan makroprudensial menjadi hal yang mendesak dalam menanggapi kebutuhan untuk mengatasi atau menjawab tantangan dan prakiraan kebijakan ke depan. Tantangan dan prakiraan ke depan antara lain menguatnya digitalisasi sektor keuangan, peran strategis inklusi dan perlindungan konsumen, dan Environmental, Social, & Governance (ESG).

Menurut Bank Indonesia, pemulihan ekonomi di Indonesia pasca-pandemi berjalan dengan baik. Hal ini ditandai dengan pertumbuhan kredit mencapai 19,5% (yoy) pada Oktober 2022 yang lebih tinggi dibandingkan saat periode pandemi.

Dana Pihak Ketiga (DPK) meningkat, terutama tercermin dari kenaikan pertumbuhan DPK pada kelompok bank BUMN dan giro korporasi.

Ketahanan perbankan terjaga, permodalan perbankan tetap kuat dalam mengantisipasi risiko memburuknya kondisi makroekonomi, potensi inflasi, maupun risiko relapse kredit restrukturisasi.

Inklusi keuangan meningkat, kredit Usaha Mikro dan Kecil Menegah (UMKM) tumbuh tinggi pada Oktober 2022 mencapai 17,5%. Suku bunga perbankan tetap akomodatif, dan ekonomi keuangan hijau tumbuh positif mencapai 5,44% YTD.

Sesi ditutup dengan sesi tanya-jawab. Sebanyak 5 peserta dari Universitas Airlangga dan ITB turut aktif bertanya.

Kontributor: Aliva Rachma Delia, MBA YP 67