“If you wanna make a successful business, you gotta recover one pain,” menjadi kalimat pembuka yang menggambarkan awal mula lahirnya. Diandra Marsha Shafiera, CEO dan Founder Sattka Basic, membagikan kisahnya memulai bisnis sejak masih kuliah di SBM ITB, ketika mengisi kuliah tamu di SBM ITB pada Senin (19/5).
Kala itu, ia merasakan sendiri kesulitan menemukan kerudung dengan kualitas baik namun dengan harga yang terjangkau. Produk kerudung dengan kualitas bagus cenderung mahal, sedangkan yang murah biasanya memiliki bahan yang kurang bagus. Kesenjangan inilah yang menjadi “pain” yang ingin ia selesaikan melalui bisnisnya.
Melihat bagaimana bisnis Sattka bisa berkembang mencapai titik ini, salah satu kunci sukses nya bisa dibilang terletak pada kemampuan dalam memahami pasar secara mendalam. Menurut Diandra, kunci membangun sebuah bisnis adalah dengan membuat brand positioning yang baik, berbeda dengan kompetitor, dan mengenal konsumen. Tiga hal tersebut berangkat dari pemahaman pengusaha terhadap market-nya.
Brand positioning Sattka yaitu Gen Z (usia 18-25 tahun) dengan kelompok ekonomi middle to low. Pada awalnya deskripsi produk Sattka ditulis dalam bahasa Inggris. Namun, setelah diamati, banyak pelanggan justru tidak memahami deskripsi tersebut. Dari pengalaman itu, ia menekankan pentingnya mengenal pasar. Hal ini mencakup perilaku dan preferensi mereka. Dan, yang tidak kalah penting, harus spesific.
Selanjutnya, dalam memahami siapa pembeli, ada ilmu yang bisa diambil dari mata kuliah Shopper Behavior. Saat membangun sebuah brand, kita bisa membayangkan satu orang pelanggan secara spesifik dan personal. Bayangkan aktivitas orang tersebut dari pagi hingga malam. Contohnya, jika kamu ingin menjual kopi kepada Diandra, seorang pengusaha berusia 27 tahun yang biasanya bangun siang dan tidur larut malam, maka waktu terbaik untuk promosi bukanlah pagi hari, karena itu tidak akan efektif menjangkau target pasar tersebut.
Teknik ini juga Diandra pakai ketika ia sedang menggali cara menguasai pasar. Ia mewawancarai sepupunya yang lahir pada tahun 2005. Dari situ, ia mengetahui bahwa ternyata Gen Z banyak menghabiskan waktu di TikTok. Karena itulah, ia merasa bahwa Sattka harus menjadi “jagoan” di TikTok, karena platform tersebut menjadi pusat berkumpulnya target pasar mereka.
Karena sangat mengenal pasar Gen Z di TikTok juga , Diandra paham bahwa konten promosi dengan gaya hard selling yang menggunakan kamera profesional dan teknik promosi yang terlalu serius tidak akan efektif. Oleh sebab itu, Sattka memilih strategi soft selling yang lebih ringan dan natural.
Live TikTok pun ada seninya. Tiga detik pertama saat penonton masuk merupakan golden period time yang harus dimanfaatkan sebaik mungkin. Jika tiga detik pertama itu tidak menarik perhatian audiens maka besar kemungkinan audiens akan langsung scroll, sehingga peluang untuk mengubah mereka menjadi pembeli pun hilang.
Konten juga harus seorganik mungkin. Konten yang tidak terasa jualannya. Diandra misalnya, ketika membuat konten organik, tema awalnya seperti a day in my life, deep talk, dan konten tentang lifestyle. Namun, setelah melihat bahwa video deep talk mendapat respon terbaik dan masuk For You Page (FYP), ia langsung menyesuaikan arah kontennya berdasarkan respons tersebut.
“Tapi ingat, apa yang berhasil untuk aku belum tentu berhasil untuk kamu, so find your organic content,” kata Diandra.