Ganesha Business Management Festival tahun ini berlangsug semarak. Digelar di Summarecon Mall Bandung pada Ahad (1/6) oleh SBM ITB, festival ini salah satunya menghadirkan dua pembuat konten kenamaan, Jovial da Lopez dan Helmy Yahya.

Helmy Yahya, yang dikenal sebagai raja kuis pada era televisi analog, fokus mengusung isu sinergi generasi muda dengan pelaku UMKM. Menurut Helmy, UMKM adalah penghasil Produk Domestik Bruto (PDB) terbesar di Indonesia,, mencapai hingga 61 persen. Namun menurut Helmy, potensi besar tersebut masih terkendala oleh berbagai hal, terutama pemanfaatan teknologi yang belum merata, khususnya di wilayah pedesaan.

“Inilah mengapa pendidikan menjadi sangat penting. Pendidikan dapat membuka jalan agar teknologi bisa digunakan secara optimal untuk mengembangkan UMKM lebih jauh,” kata Helmy.

Meski pemerintah telah mengeluarkan berbagai program untuk mendukung UMKM, menurut Helmy implementasinya masih belum menyentuh seluruh lapisan masyarakat. Kolaborasi, menurut Helmy, menjadi kata kunci. 

“Swasta, pemerintah, dan institusi pendidikan harus bersatu agar perubahan yang signifikan bisa terwujud,” kata Helmy, yang belakangan membuat banyak konten terkait isu pendidikan. 

Helmy juga menyoroti satu hal yang sering terlupakan, yaitu sikap para pemilik bisnis yang sulit menerima perubahan. Takut mengambil langkah besar. 

“Kalau mau maju, kita harus berani. Jangan takut mengambil keputusan besar yang mungkin berisiko,” ujar Helmy. “Ide bisnis yang menarik saja tidak cukup. Kita butuh kemampuan komunikasi yang baik dan jaringan luas agar kolaborasi bisa terbangun dengan kuat.” 

Sementara Jovial da Lopez mengangkat tema “Navigating Economic Change Together Across Generations” dalam pemaparannya. Ia fokus pada tantangan dan peluang kolaborasi antara generasi muda dan generasi yang lebih senior, seperti baby boomer. 

The collaboration was exactly like Jovial’s own experience. Initially, Jovial was very free to create any content without many rules.

Kolaborasi itu persis seperti pengalaman Jovial sendiri. Awalnya Jovial sangat bebas membuat konten apa saja  tanpa banyak aturan. 

“Tapi sejak saya bekerja di Narasi, saya harus belajar mendengarkan berbagai pendapat dari rekan yang berbeda usia dan latar belakang,” kata Chief Creative Officer Narasi tersebut.

Ia menegaskan bahwa generasi muda saat ini sangat kreatif dan cerdas. Tetapi untuk bisa berkembang lebih jauh mereka perlu mentor yang lebih berpengalaman. 

“Pengalaman adalah guru terbaik. Mentor yang lebih senior bisa memberikan arahan yang sangat berharga untuk kemajuan kita,” ujar Jovial.

Tidak hanya itu, Jovial juga menyoroti masalah klasik di kalangan generasi muda, yaitu kurang sabar dan terlalu mengandalkan hasil instan. Selain itu, ia juga membahas tentang bagaimana generasi muda saat ini banyak menghabiskan waktu untuk hal hal yang tidak bermanfaat  

“Kita sering ahli menggunakan aplikasi, tapi apakah itu benar-benar memberi manfaat? Bayangkan kalau 1.095 jam yang dihabiskan hanya untuk main TikTok, kalau dipakai belajar bahasa atau skill lain, pasti kita bisa jadi ahli,” katanya. “Seru-seruan itu penting, tapi jangan sampai lupa waktu. Refreshing memang perlu, tapi ada batasnya. Keseruan sementara itu akan habis, sementara kebosanan dan tantangan dalam belajar justru bekal untuk masa depan.”

Jovial menegaskan bahwa kunci utama untuk menjembatani kesenjangan antar generasi adalah kolaborasi yang erat dan saling menguatkan. Kolaborasi bukan sekadar bekerja bersama, tapi bagaimana generasi muda dan generasi tua bisa saling melengkapi kekuatan masing-masing. 

Menurut Jovial, generasi muda harus aktif membuka diri untuk belajar dari pengalaman generasi yang lebih senior. Sementara generasi tua juga perlu memberi ruang bagi kreativitas dan inovasi generasi muda. 

“Cara terbaik agar dua generasi ini terhubung adalah dengan membangun komunikasi yang terbuka dan menghargai perbedaan perspektif,” katanya. “Belajar mendengarkan juga membantu kolaborasi terjalin dengan baik.”

Kontributor: Hartanti Maharani, Manajemen 2026