Belum banyak orang bisa membedakan antara private equity dan investment banking. Private equity fokus pada membeli saham perusahaan, sementara investment banking lebih sering terlibat di sisi penjualan.

“Dalam karier saya, saya selalu bekerja di sisi pembelian. Banyak mahasiswa yang memulai karier mereka di investment banking atau konsultasi sebelum beralih ke private equity,” kata Steve Balaban, CFA, Chief Investment Officer di Mink Capital, saat mengisi kuliah tamu Introduction to Private Equity di SBM ITB pada Senin (25/11).  

Kuliah tamu ini merupakan bentuk kerjasama antara SBM ITB dengan CFA Society Indonesia. Steve merupakan dosen pemenang penghargaan di University of Waterloo dan seorang ahli private equity dengan pengalaman lebih dari 15 tahun. Dia berbagi pengetahuan mendalam mengenai dunia private equity kepada mahasiswa dan profesional yang hadir dalam kuliah tamu tersebut. 

Menurut Steve, private equity melibatkan investasi di perusahaan swasta atau akuisisi perusahaan publik untuk dijadikan perusahaan swasta. Berbagai tahap investasi dalam private equity antara lain, Friends, Family, and Fools; Angel Investors sebagai Pre-seed Investors; Venture Capital; dan Growth Capital atau Growth Equity. 

Ada perbedaan persepsi tentang private equity di berbagai wilayah, menurut Steve. Di Eropa dan Asia, private equity mencakup kelima tahap tadi. Sementara di Amerika Utara dan Kanada, private equity umumnya hanya merujuk pada buyouts.

“Biasanya, kami menggunakan terminologi dari buyouts (Amerika Utara),” jelasnya.

Dalam dunia private equity, kata Steve, salah satu hal yang paling penting adalah valuasi saat membeli saham perusahaan. Menurut dia ada dua metode valuasi utama dalam private equity, yaitu Relative Valuation dan Intrinsic Valuation. 

Dalam Relative Valuation, perusahaan yang sedang dinilai dibandingkan dengan perusahaan sejenis di pasar menggunakan rasio keuangan seperti Price-to-Earnings (P/E) Ratio dan Enterprise Value to EBITDA (EV/EBITDA). Sedangkan dalam Intrinsic Valuation, yang umum digunakan adalah pendekatan Discounted Cash Flow (DCF), yang menghitung nilai intrinsik perusahaan berdasarkan proyeksi aliran kas masa depan dan tingkat diskonto yang disesuaikan dengan risiko. Steve kemudian memberi nasihat kepada mahasiswa dalam perhitungan proyeksi pendapatan. 

“Saat Anda memperkirakan pendapatan, jangan lupa memperhitungkan analisis industri, pesaing, pertumbuhan pasar, toko baru, dan lingkungan ekonomi, baru kemudian Anda dapat membuat prediksi,” kata Steve. 

Steve tak lupa memberikan saran kepada mahasiswa yang tertarik berkarir di dunia private equity. Biasanya, mahasiswa tahun kedua universitas mulai tertarik pada private equity. 

“Tetapi seringnya mereka yang bekerja di investment banking atau konsultasi setelah beberapa tahun baru beralih ke private equity,” ujarnya.

Sementara itu, Hany Gungoro, CFA, Board Adviser & Financial Consultant di ThinkMap®Profiler, yang juga hadir dalam kuliah tersebut, mengatakan, dalam usia 20-an, banyak orang belum tahu apa yang diinginkan. Jika mahasiswa diterima bekerja, meski tidak sesuai harapan, lakukan yang terbaik. 

“Terlambat mengambil kesempatan bisa membuatmu bersaing dengan lebih banyak kompetitor berpengalaman,” ujar Hany. 

Sementara itu, Siti Rakhmawati, CFA, Anggota Dewan CFA Society Indonesia dan Direktur Dana Pensiun Telkom, dalam sambutan mata kuliah ini menekankan pentingnya pengembangan kepemimpinan dalam komunitas global dan mendorong mahasiswa untuk aktif berpartisipasi dalam sesi tersebut. Menurut dia, private equity lebih dari sekadar angka dan investasi. 

“Ini tentang mengidentifikasi peluang, mendorong perubahan positif, dan menciptakan nilai. Saya mendorong kalian untuk mengeksplorasi area baru dan menggunakan keterampilan kalian untuk memberi manfaat bagi masyarakat,” ujarnya.

Kontributor: Hansen Marciano, Manajemen 2025