Venture capital (VC) tidak mengandalkan intuisi semata dalam menilai prospek bisnis sebuah perusahaan rintisan. Mereka mengkombinasikan pengalaman, data, dan model simulasi untuk menilai dan memprediksi peluang sukses suatu startup. 

“Saya bukan peramal, jadi saya nggak bisa menebak startup ini bakal sukses atau gagal hanya dengan feeling,” ujar G.N. Sandhy Widyasthana, CEO MDI Venture Capital Singapore saat membuka sesi kuliah bertajuk “Application of Agent-Based Model (ABM) in Venture Capital Company” di Program Studi Magister Sains Manajemen SBM ITB pada 22 April 2025. 

Sandhy dalam kuliah tersebut banyak membagikan pengalamannya menghadapi dunia startup yang penuh ketidakpastian namun memiliki potensi besar. Dalam dunia yang penuh ketidakpastian, Sandhy mengungkapkan tiga pertanyaan mendasar yang selalu muncul saat ia harus mengambil keputusan investasi: Bagaimana menilai apakah startup ini akan berhasil atau tidak? Kapan waktu yang tepat untuk berinvestasi? Apakah saya bisa mengembangkan model yang mampu mengurangi risiko dari keputusan investasi tersebut?

Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ini, Sandhy menggunakan pendekatan action research framework, sebuah metode berbasis siklus yang memungkinkan pengambilan keputusan lebih terstruktur dan reflektif dalam dunia yang penuh ketidakpastian ini. Dalam framework ini, ada empat tahap utama yang menjadi dasar dalam pengambilan keputusan terhadap startup yang sedang dinilai, yaitu diagnosing, planning action, taking action, dan evaluating action. 

Proses tersebut bersifat berulang dan terus diperbaiki sehingga tidak hanya dilakukan sekali saja. Evaluasi dilakukan secara terus-menerus agar keputusan yang diambil dapat beradaptasi dengan dinamika pasar.

Sandhy juga menekankan bahwa investasi dari venture capital, terutama corporate VC, tidak hanya berhenti pada aspek finansial. Justru, yang lebih penting adalah menciptakan sinergi strategis antara startup dan perusahaan induk. 

“Kalau cuma kasih uang, itu bank juga bisa. Tapi kita bukan bank. Kita harus mikirin, apa manfaat strategis yang bisa dibawa startup ke perusahaan induk kita?”

Dalam hal ini, venture capital tidak hanya tentang memberikan dana kepada startup, tetapi juga bagaimana dana tersebut bisa membawa manfaat yang lebih besar, seperti memperkuat inovasi yang dibawa oleh startup ke perusahaan induk. 

Sebagai contoh, Sandhy menjelaskan bagaimana Grup Djarum, melalui PT Global Digital Niaga, berinvestasi di Gojek. Investasi ini menciptakan sinergi strategis, di mana Gojek mendapat dukungan finansial dan akses ke jaringan besar, sementara Grup Djarum memperkuat posisinya melalui inovasi yang dibawa oleh Gojek, seperti integrasi sistem pembayaran dengan BCA. Sinergi ini memberikan manfaat dua arah, mempercepat perkembangan Gojek sekaligus memperkuat bisnis Grup Djarum.

Sandhy lalu memperkenalkan penggunaan Agent-Based Model (ABM) untuk memetakan dinamika dalam ekosistem startup. Dengan menggunakan tools seperti SOARS, ia dapat memvisualisasikan interaksi antara pendiri, investor, regulator, dan pelanggan. 

ABM memungkinkan simulasi skenario masa depan yang membantu MDI Ventures dalam membuat keputusan yang berbasis data dan memprediksi dinamika masa depan yang mungkin terjadi dalam startup. Melalui pendekatan ini, ia bisa melihat apakah asumsi mereka tentang masa depan startup sesuai dengan kenyataan yang terjadi. Jika ternyata berbeda, mereka bisa menganalisis lebih lanjut mengapa hal tersebut terjadi dan belajar dari situasi tersebut.

Kuliah kali ini memberikan pembelajaran penting bagi para mahasiswa yaitu investasi di dunia startup bukan tentang spekulasi atau mengambil keputusan berdasarkan feeling semata. Investasi ini adalah tentang membuat keputusan yang cermat, melibatkan data, dan menggunakan pendekatan yang sistematis. Menurut Shandy, keberhasilan investasi di dunia startup tidak hanya dilihat dari segi finansial, tetapi juga dari seberapa besar kontribusi yang dapat diberikan terhadap inovasi, perkembangan ekonomi digital, dan penciptaan sinergi yang saling menguntungkan antara investor dan startup. 

“Venture capital harus ikut serta mengatur ekosistem startup agar berkembang pesat sesuai kemauan. Jika tidak, startup bisa saja berkembang dengan cara yang tidak diinginkan,” tutup Sandhy. 

Kontributor: Hartanti Maharani, Management 2026