Bisnis bukan soal siapa yang punya modal terbesar, tapi siapa yang paling bisa dipercaya. Di tengah dunia kewirausahaan yang semakin dinamis, strategic partnership dan corporate governance menjadi dua fondasi penting dalam membangun kerjasama bisnis yang berkelanjutan. 

Dalam sesinya, Syauqi Robbani, seorang praktisi dan profesional yang berpengalaman dalam pembangunan ekosistem bisnis dan kepemimpinan publik, berbagi pengalaman tentang pentingnya kredibilitas, resiliensi, dan koneksi yang bermakna dalam dunia kewirausahaan. Di hadapan para mahasiswa Sekolah Bisnis Manajemen Institut yang hadir di Auditorium SBM ITB, Bandung (30/4), Syauqi menjelaskan bahwa kolaborasi strategis dan tata kelola yang kuat bukan hanya soal teori, tetapi merupakan senjata utama untuk menavigasi ketidakpastian dunia bisnis sejak usia muda.

Ia menjelaskan bahwa terdapat dua jalur utama dalam membangun usaha, yaitu jalur tradisional dan jalur profesional. Jalur tradisional umumnya ditempuh oleh generasi pertama yang berani mengambil risiko tanpa banyak bekal. Sementara jalur profesional sering dipilih oleh generasi kedua yang lebih terdidik dan sistematis. Namun, apapun jalurnya, resilience atau ketangguhan tetap menjadi modal utama yang harus dimiliki setiap entrepreneur. 

“Kalau kita nggak punya daya tahan, kita nggak bisa tempur. Resilience itu penting banget,” tegas Syauqi. 

Ia menekankan bahwa keberhasilan bukan hanya tentang kecepatan tumbuh, tetapi tentang kemampuan bertahan dan terus belajar dari setiap kegagalan.

Berbicara mengenai usia, dia membagikan pengalamannya dan berkata bahwa ketika usia 20 hingga 30 tahun itu merupakan fase emas pengembangan diri. Kalau bisa saat rentang usia ini fokusnya bukan hanya mencari profit, tetapi bagaimana membentuk fondasi kepercayaan dan pengaruh bagi board of directors atau orang penting di perusahaan.

 “Orang akan mempercayai kita ketika mereka melihat kapasitas kita,” ujarnya.

Maka dari itu, penting bagi anak muda untuk mulai mengenali arah karier atau bisnis yang ingin ditempuh sejak dini. Serta membekali diri dengan keterampilan strategis. 

Antara lain keterampilan memahami laporan keuangan untuk pengambilan keputusan; menumbuhkan rasa ingin tahu dan kemampuan belajar cepat; engasah komunikasi interpersonal karena “karier itu soal pintar mengambil hati”; dan membangun daya tahan dalam menghadapi tekanan bisnis dan kompetisi.

Salah satu mahasiswa bertanya mengenai cara membangun karir dari kondisi keterbatasan (limited privilege). Syauqi menjawab dengan analogi yang kuat. 

“Kejar kuda dengan menunggang kuda,” katanya.

Artinya, kita bisa melompat lebih jauh jika mampu leverage others—memanfaatkan relasi, memberi nilai, dan membuat orang lain menyadari kehadiran serta potensi kita. 

“Kalau kamu punya keterbatasan, jangan kejar dari bawah. Naik dulu. Bangun koneksi, buat orang notice kamu, lalu manfaatkan kendaraan itu untuk tumbuh lebih cepat,” jelasnya.

Syauqi juga menekankan bahwa dalam bisnis, kepercayaan adalah mata uang utama. Untuk itu, ia membagikan tiga prinsip utama membangun kredibilitas di usia muda. 

Pertama, get things done, tuntaskan apa yang sudah dimulai dengan komitmen penuh. Kedua, jangan berkhianat, jaga integritas agar tidak kehilangan kepercayaan. Ketiga, bergaul dengan orang baik, lingkungan membentuk reputasi dan membuka peluang.

Ia juga menambahkan bahwa membangun networking bukan sekadar mengenal banyak orang, tetapi tentang memberi manfaat dan menciptakan nilai.

“Networking yang efektif adalah yang bisa memberi nilai untuk orang yang kita kenal. Biasanya efektif sampai dua tingkat koneksi dari diri kita,” ucapnya.

Ia juga mendorong mahasiswa untuk mencari potensi kolaborasi dan leverage dari orang lain, karena potensi terbesar sering kali muncul dari sinergi.

Kontributor: Dio Hari Syahputra, Manajemen 2026