Pengajar SBM ITB Yunieta Anny Nainggolan, berkolaborasi dengan analis senior OJK Institute Ahmad Danu Prasetyo, baru saja menerbitkan sebuah buku yang membahas seluk beluk investasi obligasi bagi awam. Buku itu dipercaya memberikan pemahaman menyeluruh tentang investasi pada instrumen pendapatan tetap, khususnya obligasi, dengan gaya yang mudah dimengerti oleh pemula. 

Dikenal dengan imbal hasil stabil dan risiko rendah, obligasi memiliki strategi investasi yang berbeda dari saham karena mempertimbangkan pergerakan suku bunga dan kemampuan bayar penerbitnya. Buku ini dilengkapi studi kasus nyata di Indonesia dan latihan soal, sehingga cocok untuk mahasiswa dan investor pemula

“Awalnya buku ini ditujukan untuk mahasiswa Master of Science in Management, namun kami ingin memperluas manfaatnya bagi masyarakat ritel yang ingin belajar investasi obligasi,” ujar Yunieta pada Sabtu (5/5). 
 
Yunieta dan Danu menyusun buku ini sebagai panduan praktis dengan pendekatan lokal. Minimnya literasi dan inklusi keuangan terkait obligasi dan sukuk menjadi motivasi utama menulis buku ini.

“Pasar modal untuk Efek Bersifat Utang dan Sukuk (EBUS) masih lebih kecil dibandingkan pasar saham, dengan nilai transaksi harian sekitar Rp12 triliun,” kata Dani. “Padahal potensinya besar karena siapa pun bisa menerbitkan utang, sehingga lebih inklusif.” 

Setiap investasi pasti memiliki risiko. Tugas investor adalah menilai sejauh mana risiko dan imbal hasil yang dapat diterima,” jelas Yunieta.

Topik imunisasi juga menjadi pembahasan penting dalam buku ini, yakni strategi menyelaraskan durasi investasi dan kebutuhan dana untuk melindungi portofolio dari fluktuasi suku bunga. Dengan menghitung nilai sekarang dari kupon dan pokok serta memperhatikan jatuh tempo, investor tetap dapat mencapai target keuangan meskipun suku bunga berubah.

“Imunisasi adalah strategi yang memastikan pendapatan dan pengeluaran dari investasi obligasi tetap seimbang, bahkan saat bunga pasar berubah. Dengan menyelaraskan durasi dan arus kas, investor bisa menghindari fluktuasi suku bunga secara efektif,” ucap Yunieta.

Sementara itu dalam buku Danu juga menanggapi pertanyaan masyarakat terkait investasi syariah yang sering dikaitkan dengan prinsip keagamaan. Ia menyampaikan bahwa sukuk hadir sebagai alternatif investasi berbasis syariah karena memiliki underlying asset, yaitu aset riil sebagai agunan, berbeda dari obligasi konvensional yang hanya berbasis janji pembayaran. Skemanya pun beragam, seperti murabahah (jual beli), ijarah (sewa), dan mudharabah (bagi hasil).

“Sukuk berbasis aset riil yang memberi kepastian dan sesuai prinsip syariah, sehingga cocok bagi investor yang memegang nilai agama,” ujarnya.

Menurut Danu, obligasi ritel seperti ORI (Obligasi Ritel Indonesia) sangat nyaman karena menawarkan kupon tetap, tenor fleksibel, dan pembayaran bulanan yang terasa seperti penghasilan rutin. Jika sewaktu-waktu butuh dana, investor bisa menjualnya di pasar sekunder, meskipun harganya tergantung pada pergerakan suku bunga. Selain risikonya yang relatif rendah, pajaknya pun lebih ringan.

“Investasi itu penting karena kita semua punya tujuan keuangan. Obligasi bisa jadi kendaraan yang aman, nyaman, dan berisiko rendah,” ujar Danu.

Yunieta kemudian mendorong masyarakat untuk mulai berinvestasi. Menurut Yunieta investasi itu penting karena akan ada saatnya manusia berhenti bekerja dan ingin menikmati hidup. 

“Maka dari itu, rencanakan keuangan dari sekarang. Sekarang sudah mudah, bisa beli obligasi di aplikasi perbankan atau supermarket reksa dana,” tambahnya.

Obligasi kini dianggap sebagai instrumen investasi dengan risiko yang mirip dengan deposito, namun menawarkan imbal hasil yang lebih tinggi. Danu dan Yunieta pun berencana menerbitkan buku lanjutan yang membahas obligasi secara lebih mendalam agar semakin berdampak bagi masyarakat luas.

Kontributor: Hansen Marciano, Manajemen 2025