Indeks Ketahanan Energi Indonesia pada tahun 2023 telah mencapai 6,64. Itu artinya Indonesia memiliki kemampuan untuk mengakses dan mengambil sumber energi dengan biaya investasi yang cukup terjangkau. Namun demikan, ketersediaan energi nasional masih perlu ditingkatkan cadangannya karena adanya penurunan intensitas energi dan pembatasan emisi karbon pada sektor energi. 

Demikian disampaikan Harris, Kepala Balai Besar Survei dan Pengujian Ketenagalistrikan Energi Baru Terbarukan Konservasi Energi Kementerian ESDM saat menjadi panelis seminar bertajuk “Masa Depan Bisnis Energi Baru dan Terbarukan di Indonesia” yang digelar oleh SBM ITB pada Jumat (16/5). Pemerintah, kata Harris, telah mencanangkan strategi memenuhi kebutuhan energi tersebut sembari menjaga komitmen Emisi Nol Bersih pada 2060 dengan mengembangkan energi baru dan terbarukan, pembuatan sumber energi yang baru, elektrifikasi, dan penerapan efisiensi pada energi.

Sumber energi baru yang akan digunakan terdiri dari nuklir, hidrogen, dan unsur lain. Optimalisasi juga dilakukan dengan pengembangan energi surya, angin, dan hidrogen yang sudah tersebar di wilayah Indonesia; mengakselerasi panas bumi sebagai pembangkit; melaksanakan Program Strategis Bioenergi yang sudah diuji di sektor otomotif dan sektor non-otomotif; dan pengembangan hidrogen dan amonia nasional dengan cara implementasi pada Strategi Hidrogen Nasional.

Panelis berikutnya, Mustopa Patapa, pendiri Kulaku Indonesia, mempromosikan penggunaan kelapa sebagai sumber daya baru untuk alternatif dalam mengurangi limbah pertanian. Kulaku telah membuat produk dengan sumber daya dari kelapa. 

Produknya adalah minyak kelapa, bubuk santan, air pembakaran, dan briket. Pembuatan produk tersebut berasal dari pendekatan yang lebih berkelanjutan dan memperhatikan konsumen dan industri pertanian. Kulaku dapat membangun ekosistem untuk meningkatkan kualitas pada industri kelapa, khususnya pada petani kelapa sebagai penerima manfaat.

Sementara itu, Direktur Pelaksana dan Ketua Negara Shell di Vietnam, Andreas Pradhana, yang turut menjadi panelis menyatakan, dalam mengembangkan energi baru dan terbarukan, dibutuhkan kepemimpinan yang berorientasi pada dampak. Pola manajemen dan kepemimpinan harus diperhatikan supaya dampak pengelolaan yang dihasilkan terasa bagi pihak penerima. 

Pola kepemimpinan tersebut harus memperhatikan aspek secara internal dan eksternal. Secara internal, bagaimana seorang pemimpin dapat mempercayai dan mengetahui individu, pihak, atau program yang terkait. Secara eksternal, pemimpin harus memperhatikan sifat, prestasi, dan dampak yang akan dirasa kepada pihak yang terlibat. Pemimpin yang berorientasi pada dampak tidak hanya fokus pada proses yang berjalan, tetapi juga pada bagaimana tindakan mereka memengaruhi pihak lain, organisasi terkait, atau masyarakat dalam skala luas. 

Kontributor: Adriel Fauzana, MBA YP 2023