Perkembangan ekonomi Indonesia telah menarik minat banyak investor global membenamkan investasinya di Indonesia. Investasi itu tidak hanya datang dari penamanam modal langsung, namun juga dari private equity (PE) yang turut mendorong pertumbuhan dan transformasi korporasi Indonesia.
Mengisi kuliah tamu di SBM ITB pada Selasa (20/5), Lany Djuwita Wong, Direktur Keuangan PT Saratoga Investama Sedaya Tbk, sebuah perusahaan investasi yang berkantor pusat di Jakarta, membagikan wawasannya tentang bagaimana firma PE menavigasi peluang dan risiko di pasar berkembang seperti Indonesia.
Menurut Lany, firma private equity bertindak sebagai perantara antara investor dan perusahaan, dengan mengumpulkan modal dari investor institusional dan individu terakreditasi (limited partners) lalu menginvestasikannya ke perusahaan privat atau publik di bawah manajemen general partners (GP). GP selanjutnya memperoleh fee dan bagian dari keuntungan, terutama ketika return melebihi tingkat hurdle rate (tingkat pengembalian minimum) yang telah ditetapkan.
Dalam kuliah tamu tersebut Lany memaparkan berbagai jenis private equity. Mulai dari PE yang berinvestasi pada perusahaan matang yang ingin berekspansi (Growth Equity), pendanaan untuk startup potensial dalam tahap awal (Venture Capital), hingga akuisisi perusahaan menggunakan utang besar, biasanya untuk restrukturisasi dan peningkatan kinerja (Leveraged Buyouts).
Lany menekankan kesuksesan investasi PE memerlukan proposisi nilai yang jelas melalui restrukturisasi dan optimalisasi bisnis, fokus strategis pada perusahaan mapan dengan profitabilitas kuat dan potensi skalabilitas, hingga perencanaan exit yang matang, baik melalui IPO, penjualan ke perusahaan lain, atau secondary buyout.
“Valuasi yang akurat adalah tulang punggung investasi PE”, jelas Lany.
Metode valuasi ini menurut Lany bervariasi tergantung tahap investasi. Mulai dari analisis discounted cash flow (DCF), perbandingan multipla, hingga benchmark pasar. Lany selanjutnya membagikan kiat bagi mahasiswa yang ingin berkarir sebagia profesional PE.
“Selain keahlian teknis dan finansial, kecerdasan bisnis, kemampuan negosiasi, dan jejaring juga sama krusialnya,” tuturnya.
Pemahaman mendalam tentang dinamika pasar berkembang, termasuk perubahan regulasi, risiko politik, dan tren makroekonomi menjadi pembeda utama di industri yang kompetitif ini. Sebab, seiring matangnya lanskap PE Indonesia, permintaan akan profesional yang menguasai analisis mendalam sekaligus visi strategis akan terus meningkat.