u karena sulit dipahami maupun direalisasikan. Demikian diungkap Direktur Utama PT Respati Solusi Rekatama Dita Yudhistira saat menjadi dosen tamu kuliah bertajuk  “Strategic Prototyping in High Risk Industries” bagi mahasiswa Kewirausahaan SBM ITB pada Kamis (15/5). 

Dita menjelaskan bahwa dalam alur kerja bisnis, proses dimulai dari desain, dilanjutkan dengan pembuatan prototipe, baru kemudian masuk ke tahap produksi. Sayangnya, dalam praktiknya, sering terjadi ketimpangan antara tim sales dan tim engineering. Produk yang sudah ditawarkan ke klien oleh bagian penjualan ternyata tidak bisa diwujudkan oleh tim teknis karena kendala teknis atau biaya produksi yang tinggi. 

“Kalau tujuannya bisnis, jangan kembangkan barang yang kita tidak yakin bisa dijual,” tegasnya. 

Ia menambahkan bahwa prototipe yang baik harus mempertimbangkan tiga hal penting: kebutuhan konsumen, kapabilitas produksi, dan ketercapaian teknis oleh tim engineering.

Kuliah tamu ini juga menghadirkan Suhanto, alumni Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara ITB yang kini aktif di industri aviasi dan tergabung dalam Sriwijaya Group. Ia berbagi pengalaman bagaimana pandemi COVID-19 menjadi titik balik bagi perusahaan untuk beradaptasi dan berkolaborasi dengan pemerintah. Krisis tersebut menunjukkan pentingnya fleksibilitas dalam merancang prototipe strategis yang tidak hanya menarik secara desain, tetapi juga relevan dengan kebutuhan pasar dan dapat diproduksi secara efisien.

Dari kedua pembicara, mahasiswa belajar bahwa kegagalan prototipe bisa muncul karena berbagai alasan. Mulai dari tidak dibutuhkan pengguna, tidak disukai, sulit diproduksi, atau bahkan tidak bisa direalisasikan. Oleh karena itu, pendekatan prototyping dalam design thinking bukan hanya soal kreativitas, tetapi juga tentang kejelian bisnis dan keselarasan antar tim.

Kontributor: Batari Citra Ayunda, MBA ENTRE 2023