Di tengah berkembangnya ekosistem digital dan bertumbuhnya pengguna media sosial seperti TikTok, Instagram, dan YouTube, kecerdasan buatan (AI) menjelma menjadi pemain baru dalam industri kreatif. Kini AI bukan hanya alat bantu, tetapi dia mampu menciptakan ilustrasi, menyusun desain, hingga merancang identitas visual hanya dalam hitungan detik. 

Tapi, apakah ini sebuah kemajuan atau justru ancaman besar bagi peran manusia dalam proses kreatif? Sekolah Bisnis Manajemen Institut Teknologi Bandung mengupas tuntas hal dalam siniar yang digelar di Ruang Podcast SBM ITB, Bandung, pada Rabu (4/6). Podcast tersebut menghadirkan R. Bayuningrat Hardjakaprabon, dosen SBM ITB dari kelompok keahlian Kewirausahaan dan Manajemen Teknologi, sebagai pemandu diskusi dan Raden Adrian Ariatin, dosen Kewirausahaan Teknologi SBM ITB, selaku narasumber.

“Menurut saya kedatangan AI ini membuat peta industri kreatif sekarang lebih rumit,” kata Bayu membuka siniar. 

Menimpali Bayu, Adrian mengatakan bahwa AI membawa opportunity dan dampak yang signifikan, terutama karena menawarkan efisiensi dan multitasking. AI ini menjadi opportunity buat beraktivitas dari segi kecepatan, efisiensi, segi multitasking-nya. 

“Namun, juga bisa  berdampak negatif jika disalahgunakan oleh orang yang tidak bertanggung jawab, seperti edit foto, video, seperti kasus yang baru-baru ini,” ujar Adrian.

Saat berbicara tentang efisiensi, dampaknya adalah keterampilan manusia yang tergantikan. Contohnya seni analog ke digital. Tapi kira-kira, pekerjaan dengan skill seperti apa yang bakal tergantikan oleh AI? 

Menurut Adrian, tidak ada yang bisa menggantikan manusia. Bagi dia, kemauan manusia untuk belajar itu sudah cukup untuk menyaingi AI dan selektif dalam penggunaannya.

“Tidak ada skill set yang tergantikan dengan adanya AI asal kita punya ide sendiri, tahu konsepnya, dan arahnya ke mana. Sama halnya dengan menggunakan AI, dia itu seperti personal assistant kita, dia tanpa konsep kita (prompt) juga tidak bisa berpikir sendiri,” kata Adrian.  

AI memang tidak dapat berjalan sendiri tanpa ide dan konsep dari manusia. Tetapi, bagi Bayu penggunaan AI-nya sendiri akan perlahan-lahan bisa menggantikan sisi humanisme yang dimiliki manusia. Lalu bagaimana menghadapi tantangan tersebut?  

“ Humanisme jangan dihilangkan ketika membuat suatu karya kreatif, begitupun dengan target marketnya. Karena pada dasarnya, konsep desain yang benar yaitu rasa empati kepada user-nya,” ujar Adrian. 

Diskusi ini menegaskan bahwa AI bukanlah ancaman, melainkan alat bantu yang perlu dikendalikan dengan etika dan regulasi. Adrian pun menutup dengan pesan yang menginspirasi. 

“AI adalah bukan akhir kreativitas, tapi sebagai redefinisi suatu karya untuk lebih maju,” tutupnya.

Kontributor: Dio Hari Syahputra, Manajemen 2026