Kepemimpinan yang berlandaskan pada tujuan (purpose) bisa menjadi kunci menghadapi kompleksitas dunia yang kian dinamis. Dengan berlandaskan pada tujuan, sebuah perubahan terjadi secara berkelanjutan. Demikian disampaikan para pembicara sesi talkshow bertajuk “Leading with Purpose: Driving Sustainable Change in a Rapidly Evolving World” dalam rangkaian International Conference on Management in Emerging Markets (ICMEM) 2025 yang diselenggarakan oleh SBM ITB di Bandung pada Rabu (20/8).
Para pembicara, Prof. Hazel Gruenewald (Reutlingen University) dan Dr. Veronica Afridita Khristiningrum (SBM ITB), menjelaskan bahwa tantangan utama pemimpin saat ini adalah perubahan yang kompleks dan tidak menentu (volatility, uncertainty, complexity, dan ambiguity/ VUCA). Dalam kondisi tersebut, menurut mereka, seorang pemimpin tidak cukup hanya memikirkan jangka pendek, tetapi juga harus memiliki pandangan strategis jangka panjang dalam menghadapi sebuah permasalahan, serta selalu adaptif dalam menghadapinya. Khusus pada tahun ini, kepemimpinan menghadapi tantangan sekaligus peluang melalui tiga aspek utama: agility and resilience (kelincahan dan ketangguhan), strategic balance (keseimbangan strategis), dan digital integration (integrasi digital).
“Purpose tidak hanya sekadar slogan di dinding kantor atau kalimat di laman website. Lebih dari itu, purpose mengartikan arah, guidance, sebagai kompas yang memberikan arah dalam pengambilan keputusan ketika dihadapkan pada berbagai prioritas yang saling bertentangan,” ungkap Prof. Hazel.
Keberlanjutan kepemimpinan yang berlandaskan pada purpose berarti bertindak secara sadar, dengan niat yang jelas, serta fokus pada tujuan jangka panjang yang bermakna. Studi menunjukkan organisasi dengan tujuan yang jelas mampu mengungguli pasar hingga 15 kali lipat dan kinerjanya 60 kali lebih baik dibandingkan para pesaingnya.
Hazel mengatakan, purpose-driven leadership melampaui pola kepemimpinan yang reaktif. Kepemimpinan ini menuntut refleksi diri, keseimbangan antara tuntutan operasional dan visi masa depan, serta kemampuan menjaga koneksi manusiawi di tengah deras dan maraknya digitalisasi.
Sementara Veronica menyoroti konsep ambidextrous leadership, sebuah kemampuan pemimpin untuk menyeimbangkan eksploitasi dan eksplorasi. Pemimpin perlu menyeimbangkan kontrol dan pemberdayaan, mengelola kebutuhan saat ini sekaligus mempersiapkan masa depan.
“Pemimpin modern perlu menyeimbangkan kontrol dan pemberdayaan, mengelola kebutuhan saat ini sembari mempersiapkan masa depan,” jelas Dr. Veronica.
Menurut Veronica, dalam praktik ambidextrous leadership ini, terdapat tiga bentuk inovasi yang relevan, yaitu Incremental innovation, sebuah peningkatan bertahap dan berkesinambungan. Lalu, architectural innovation, sebuah langkah aktif solutif yang berbasis inovasi pada desain atau penciptaan struktur bisnis. Kemudian, yang terakhir yaitu terkait discontinuous innovation dimana adanya inovasi radikal yang selalu mengubah lanskap industri.
Veronica menambahkan, seorang leader juga harus bisa mengatur organisasinya dalam menyesuaikan strukturnya, baik itu model mekanistik atau organik. Organisasi dengan struktur mekanistik cocok untuk sektor stabil seperti keuangan dan kesehatan, sedangkan struktur organik dibutuhkan pada sektor dinamis atau yang adaptif terhadap perubahan, seperti teknologi dan industri kreatif.
Hazel menekankan bahwa seorang pemimpin harus mempertimbangkan strategi yang akan dipakai dalam organisasinya dengan memperhatikan perubahan pada konteks organisasi, kemampuan, dan hasil yang diinginkan.
Hazel mengingatkan bahwa pemimpin harus memahami tiga dimensi perubahan, yaitu speed (kecepatan), scope (cakupan), dan significance (signifikansi). Setiap dimensi punya keunggulan masing-masing, sehingga pemimpin yang efektif harus bisa memprioritaskan keputusan terhadap dampak strategis yang terbesar. Hal itu berarti bahwa efektivitas pemimpin ditentukan oleh kemampuannya menghindari jebakan kesibukan, terlihat sibuk namun tidak menghasilkan dampak strategis.
Sementara itu, kata Veronica, ada enam alat bantu untuk membantu pemimpin lebih sadar akan hal-hal yang bisa mereka kendalikan. Mulai dari membangun perspektif reflektif, meninjau prioritas, membuat keputusan sadar, berpikir jauh ke depan, hadir dan membangun keterhubungan nyata, dan menciptakan warisan kepemimpinan.
Memimpin dengan tujuan menemukan merupakan upaya untuk menciptakan masa depan berkelanjutan dengan membuka perubahan, menghasilkan dampak nyata, dan menumbuhkan tanggung jawab kolektif. Kepemimpinan dengan tujuan akan menciptakan nilai nyata, meningkatkan keterlibatan karyawan hingga 30% lebih tinggi, serta mendorong tingkat inovasi 25% lebih besar.
“Kepemimpinan bukan hanya soal mengelola hari ini, melainkan meninggalkan warisan untuk masa depan yang lebih berkelanjutan,” tutup Veronica.