Pemasaran pariwisata tidak hanya sekadar upaya meningkatkan awareness agar tempat wisata menjadi ramai. Sebab esensi dari tourism marketing adalah bagaimana mempromosikan destinasi agar menarik banyak wisatawan dengan tetap memperhatikan dampaknya.
Mochamad Nalendra, pendiri dan CEO Wise Steps Consulting, menekankan pentingnya pemasaran pariwisata berkelanjutan atau sustainable tourism marketing tersebut saat mengisi kuliah tamu “Hospitality and Tourism Marketing” di SBM ITB pada Rabu (14/5).
Wise Steps Consulting merupakan perusahaan konsultan yang fokus pada pengembangan destinasi dan bisnis pariwisata secara berkelanjutan. Mereka telah bekerja sama dengan berbagai pihak mulai dari perusahaan, komunitas lokal, hingga pemerintah. Dengan visi “use the power of responsible tourism to transform the industry, the traveler’s mind, and local livelihoods”, perusahaan ini mendorong perubahan industri melalui pariwisata yang bertanggung jawab.
Nalendra mengatakan traveling atau jalan-jalan adalah hak asasi manusia. Bahkan, setiap detik ada sekitar 45 wisatawan melakukan perjalanan di seluruh dunia. Namun, banyaknya wisatawan ini mengandung risiko negatif yang tak bisa diabaikan. Semakin ramai suatu destinasi, semakin besar pula tekanan yang dirasakan masyarakat lokal dan lingkungan.
“Pariwisata itu bukan cuma soal mendatangkan orang, tapi bagaimana menjaga keseimbangan antara kebutuhan pengunjung, masyarakat lokal, dan lingkungan,” kata Nalendra.
Nalendra menjelaskan konsep Doxey’s Irritation Index sebagai sebuah teori yang menunjukkan bagaimana tingkat kejenuhan warga terhadap wisatawan bisa meningkat seiring waktu. Awalnya masyarakat merasa senang, namun seiring pertumbuhan jumlah pengunjung, bisa muncul rasa apatis, jengkel, hingga akhirnya menolak keberadaan wisatawan.
Sebelum pandemi COVID-19, strategi umum di dunia pariwisata adalah menarik wisatawan sebanyak-banyaknya. Tapi ternyata, strategi ini menyimpan risiko besar.
Di Labuan Bajo, lonjakan pengunjung menyebabkan kerusakan terumbu karang dan penumpukan sampah plastik. Dampaknya, biaya perawatan dan pengelolaan meningkat tajam.
Strategi mengundang wisatawan sebanyak-banyaknya rupanya sudah tidak lagi relevan digunakan saat ini. fokus hanya pada kuantitas wisatawan bukan lagi solusi. Pendekatan ini justru bisa menimbulkan konflik dengan warga lokal jika tidak disertai pengelolaan yang baik.
Sebagai solusi, Nalendra mengenalkan konsep sustainable tourism marketing. Ini adalah pendekatan yang tidak hanya mengejar keuntungan jangka pendek, tapi juga mempertimbangkan keberlanjutan ekonomi, sosial, dan lingkungan dalam jangka panjang. Dengan strategi ini, pemilik industri dapat merasakan berbagai manfaat, mulai dari penghematan biaya operasional, menarik wisatawan yang peduli lingkungan, menciptakan keunggulan kompetitif, hingga meningkatkan reputasi merek secara keseluruhan.
Namun, strategi yang baik juga harus disampaikan dengan komunikasi yang jujur dan transparan. Nalendra mengingatkan soal bahaya greenwashing yaitu klaim ramah lingkungan yang sebenarnya tidak berdasar. Ini bisa merusak kepercayaan publik.
Di sisi lain, ada juga fenomena greenhushing, di mana pelaku industri memilih diam atas inisiatif ramah lingkungan mereka karena takut dianggap belum cukup baik. Padahal, keterbukaan sangat penting untuk mendorong kolaborasi dan perbaikan. Sekarang, keberlanjutan bukan lagi pilihan tetapi sudah jadi keharusan.