Kita perlu memperhatikan energi berbasis fosil. Hal ini disebabkan oleh menipisnya sumber daya energi yang berbasis fosil. Saat ini pun menghadapi pemanasan global sebagai efek samping dari sumber energi yang dikonsumsi selama ini. Oleh karena itu, diperlukan transisi energi.

Transisi energi mengacu pada transformasi sektor energi global dari berbasis fosil ke sumber energi terbarukan seperti angin dan matahari. Kemudian, transisi energi berbicara tentang pemanfaatan energi yang lebih ramah lingkungan. “Jika kita berbicara tentang transisi energi, kita berbicara tentang berkelanjutan, terbarukan, netral karbon, dan hijau,” ucap Dr. Hasto Kristiyono, melalui kuliah tamu bertemakan “Embracing energy transition: economic criteria in long-term corporate objective,” di  MBA Jakarta SBM ITB Sabtu (7/3/2021).

Dr. Hasto Kristiyono, yang merupakan Presiden Komisaris PT. Pertamina Power International, mengungkapkan bahwa energi memiliki peran vital bagi kemajuan peradaban. Hal ini dikarenakan sebuah peradaban yang maju memerlukan energi yang  tinggi, seperti untuk menghasilkan panen pangan yang meningkat, memobilisasi output dan variasi bahan yang lebih besar, memproduksi lebih banyak dan lebih beragam barang. Selain itu, untuk memungkinkan mobilitas yang lebih tinggi dan untuk menciptakan akses ke informasi yang hampir tidak terbatas.

Namun, semakin banyak energi yang kita gunakan, akan berdampak negatif bagi lingkungan karena sumber energi utama kita masih berupa energi berbasis fosil yang meningkatkan konsentrasi CO2 di atmosfer. Jumlah CO2 yang tinggi kemudian menyebabkan pemanasan global yang berdampak bagi makhluk hidup di bumi.

“Pemanasan global dapat menyebabkan hilangnya jutaan orang. Jika kita tidak melakukan pekerjaan dengan baik, generasi penerus kita akan komplain kepada kita,” ucapnya.

Dengan demikian, transisi energi menjadi sangat penting tidak hanya untuk mencari sumber energi baru, tetapi juga menyelamatkan planet ini dari ancaman seperti pemanasan global dan perubahan iklim. Untuk merespon terhadap permasalahan tersebut, Hasto mengungkapkan beberapa langkah yang dapat kita ikuti, yaitu mengurangi permintaan energi terutama energi berbasis fosil, mengubah cara memperoleh energi dalam kehidupan, meningkatkan industri pengolahan karbon, dan mengatasi masalah metana dan dinitrogen oksida.

“Kita semua bisa berkontribusi terhadap semua langkah ini. Kabar baiknya adalah perusahaan minyak juga mengambil posisi,” imbuh Hasto.

Terakhir, Hasto mengatakan bahwa faktor keuangan/ pendanaan merupakan faktor penghambat utama dalam aksi iklim global. Namun, Hasto berharap dalam Konferensi Iklim PBB (COP 26) akan menghasilkan solusi terbaik untuk masalah ini. Dalam konferensi tersebut akan membahas solusi keuangan untuk masalah perubahan iklim. “Kami memiliki harapan besar untuk COP26 pada bulan November di Glasgow,” ucap Hasto.

Kontributor: Deo Fernando, Kewirausahaan 2022