Seumpama menyusun sebuah puzzle, membentuk usaha ritisan bukanlah hal yang bisa dilakukan semalam. Banyak hal yang perlu di pikirkan, dipersiapkan dan dilakukan. Salah satu dari metode menyusun sekian banyak potongan puzzle tersebut adalah dengan metode scrum. Lalu, apa bedanya menggunakan metode scrum saat membentuk usaha baru dengan metoda lainnya?

Hadir untuk memberikan insight, Founder sekaligus Core Partner dari Labtek Indie, Seterhen Akbar Suriadinata ke acara virtual yang diselenggarakan oleh The Greater Hub SBM ITB (22/9/2021). Sebagai pemateri, pria pegiat Remotely Operated Vehicle (ROV) Pilot/Tech yang sering disapa Saska itu membeberkan bagaimana pengalaman-pengalaman beliau saat menggunakan metode scrum.

Pada dasarnya, scrum sebagai sebuah framework yang bisa dipergunakan dalam pembuatan produk dengan prinsip “value driven”. Dengan keterbatasan budget dan waktu, pengusaha dituntut membuat produknya disukai terlebih dahulu oleh konsumen. Setelah itu, dengan prinsip iterative dan incremental, melakukan perbaikan secara berkala agar produknya dapat memberikan nilai yang terbaik bagi para konsumen.

Alur kerja dari scrum sering disebut sebagai scrum sprint. Diawali dari product backlog yang merupakan bahan mentah pembuatan produk. Lalu dieliminasi dan diambil jadi sprint backlog sebagai bahan dasar yang mau dikerjakan terlebih dahulu. Setelah terdapat sprint backlognya, tim akan melakukan sprint atau bisa dikatakan sebagai pengerjaan proyek.

Sprint biasanya hanya fokus pada bagian yang akan dibangun saja. Jadi, setiap sprint biasanya memiliki rentang waktu yang pendek sekitar 2-4 minggu. Hasil dari 1 sprint biasanya menghasilkan functional software yang selalu mendeliver shippabe product.

“Jika diibaratkan sebagai proyek membuat rumah, alur sprint ini seperti mencicil. Kita mempersiapkan bahan-bahannya, lalu kita fokus di bikin ruang tamunya dulu, setelahnya di ruang makannya dulu baru yang lainya,” tutur pria lulusan Electrical and Electronics Engineering Institut Teknologi Bandung (ITB)

Dengan metode scrum, pengusaha dituntut menjadi lincah. Dia mencontohkan seperti Leo Messi. Bukan menjadi yang paling cepat, tetapi harus bisa lincah untuk perbaikan dalam menghadapi situasi. Hal ini dilakukan dengan membatasi kapasitas sumber daya manusia yang terlibat di dalamnya demi mengurangi kompleksitas komunikasi seluruh anggota tim.

Adapun 3 peran dalam tim scrum adalah produk owner sebagai representasi klien, scrum master sebagai representasi anggota dan scrum team sebagai teknisi yang mendevelop produknya. “Jika diibaratkan dalam film Avenger dari Marvel, produk owner adalah Nick Fury yang memahami kondisi terkini. Captain Amerika itu scrum master yang bisa mengawasi tiap angggota avenger lainnya,” ujar Saska

Di akhir pertemuan, acara interaktif yang dihadiri oleh lebih dari 300 Tenant The Greater Hub dan Acceleration Bootcamp Kredensial Mikro Mahasiswa Indonesia (KMMI) arahan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia ini membuka sesi tanya jawab mengenai wilayah usaha penggunaan metoda scrum.

Supaya tidak ketinggalan info, apabila tertarik dengan acara yang interaktif seperti ini, bisa follow Instagramnya @TheGreaterHub dan @SBMitbofficial

Kontributor: Erwin Josua, EMBA 2021