Branding lebih daripda sekedar logo, nama, produk maupun jasa. Di dalamnya termasuk nilai-nilai yang ditawarkan, kualitas, proses bisnis dan lain sebagainya yang tidak terlihat secara kasat mata.

Branding sudah seharusnya dipahami sebagai sebuah janji yang diberikan pada pasar agar merek dapat dikenali serta memberikan kesan yang baik dalam benak konsumen. Hingga pada akhirnya, merek tersebut dapat diterima dengan baik dan dipergunakan oleh masyarakat.

Lalu bagaimana caranya agar kita dapat memformulasikan strategi branding yang baik untuk memenangkan pasar? Pada Rabu (27/10/2021), MBA ITB mendatangkan Business Director for Infrastructure, Construction, Energy and Government Market 3M Indonesia Audist Subekti.

Dikatakan Audist, secara umum, branding dari perusahaan memiliki fungsi sebagai stimuli awal atau perkenalan dalam perjalanan dan penentuan keputusan konsumen. Sebagai turunannya, branding diharapkan dapat membuka pintu potensial kosnumen, meningkatkan keinginan untuk mencoba produk baru, menarik minat dan menjaga talenta sumber daya hingga meningkatkan kepercayaan diri dari investor. Dengan demikian, branding dapat menghasilkan kebermanfaatan bagi pemangku kepentingan yang lebih besar lagi.

Bentuk kebermanfaatan luas yang kadang tidak disadari dari sebuah merek adalah penggunaan nama dalam bentuk kata kerja. Audist mencontohkan “Google it, not searching it through internet”, “Photoshop that picture, not edit that picture”, “Skype with your family, and not video call” dan “Let’s Zoom, not conference call”. Dengan adanya hal seperti yang telah dicontohkan ini, dapat dikatakan bahwa sebuah merek sudah memiliki keterlibatan dan andil yang besar dalam kehidupan masyarakat.

Audist menyatakan bahwa inti dari branding adalah mengenai pembentukan persepsi. Persepsi adalah sebuah pengenalan dan penafsiran suatu informasi dalam diri seseorang. Persepsi itu bisa membuat seseorang untuk bertindak ataupun tidak bertindak terhadap produk yang ditawarkan. Hasilnya bisa bersifat positif, netral ataupun negatif.

“Untuk membentuk persepsi baik dalam benak masyarakat, perusahaan perlu menggunakan Brand Driven Operating Model sebagai bagian dari strategi marketing mereka. Dalam model ini, branding tidak dilihat hanya dari satu divisi marketing semata. Dalam konsep ini, semua lini, divisi dan berbagai bentuk kerjasama perusahaan diajak untuk menjadi representative dari perusahaan,” tutur lulusan Institute Technology Bandung, University of Auckand  Geothermal Institute – New Zealand dan University of New South Wales itu.

Secara bersama-sama semua subsistem dari perusahaan dituntut untuk bersikap dan bertindak secara patut dan layak menjadi bagian dari sistem organisasi perusahaan. Dengan Brand Driven Operating Model diharapkan citra baik di mata masyarakat akan terbentuk secara bertahap dalam persepsi masyarakat. Hasil akhirnya adalah kembali pada kebermanfaatan bagi masyarakat seluas-luasnya.

“People will forget what you said, people will forget what you did, but people will never forget how you made them feel” – Maya Angelou

Kontributor: Erwin Josua, EMBA 2021