Diperkirakan akan terdapat 7 miliar handphone pintar di dunia pada 2025 dan 5.7 miliar diantaranya akan terhubung dengan jaringan 5G. Begitupula dengan Indonesia, potensi pertumbuhan telepon pintar akan terus bertumbuh secara eksponensial sebanyak 338 juta unit untuk tahun 2025. Namun, hanya 5.42% nya saja yang dapat terhubung dengan koneksi internet 5G.

Hal itu terungkap pada webinar mengenai “Kerangka Pengembangan dan Penerapan Teknologi 5G di Indonesia” yang diadakan SBM ITB, Kamis (29/09/2021). Webinar yang diadakan secara virtual ini menjelaskan penuh mengenai strategi Indonesia dalam penerapan teknologi jaringan 5G dari hulu, hilir maupun peran serta seluruh pihak yang dapat terlibat di dalamnya.

Hadir sebagai narasumber, Sekertaris Jenderal Kementerian Kominfo Republik Indonesia Mira Tayyiba. Dia menyatakan bahwa pertumbuhan jaringan 5G ini bisa menjadi pengubah yang bisa berdampak besar pada konektivitas dunia. Dengan keuntungan, kecepatan 10 kali lebih cepat, waktu tunda yang lebih rendah, konsumsi yang lebih efisien. Masyarakat dapat merasakan banyak manfaat dari adanya teknologi ini. Mulai dari sector public, privat, akademisi hingga masyarakat luas.

“Walaupun memang belum belum bersifat masif, tetapi jaringan ini berpeluang meningkatkan investasi dan binsis. Mulai dari peningkatan produktivitas jadi 9.7 juta per kapita hingga pembukaan peluang kerja tambahan di sector terkait sekitar 4.6 juta peluang. Secara agregat, potensi peningkatan kontribusi ini bisa mencapai lebih dari 2.874 trilluin dari total PDB,” tutur Mira.

Lewat 5 kebijakan kunci, Kemenkominfo juga turut bertransformasi mengadopsi teknologi jaringan generasi ke 5. Adapun 5 Kebijakan kunci terkait ini adalah regulasi, spektrum frekuensi, model bisnis, infrastruktur hingga perangkat lunak, ekosistem dan talenta bisnis. Diharapkan dengan adanya kebijakan kunci dari Kemenkominfo, penyediaan layanan 5G yang berkualitas bagi masyarakat dan pelaku industry dapat membangun ekosistem yang sehat yang terus bertumbuh.

Acara ini juga diisi dengan pemarapan hasil dari riset 3 panelis akademisi dan praktisi bisnis yakni Divisional Head of Technology at Institute for Innovation and Entrepreneurship Development (LPIK ITB) Eko Agus Prasetio, Head of CU ID Local Administrative Support at Ericsson Sahat Hutajulu, Director & Chief Strategy and Innovation Officer at Indosat Ooredoo Arief Musta’in

Eko memberikan pemaparan mengenai potensial hasil dari penerapan teknologi jaringan 5G. Eko yang merupakan Assistant Professor di SBM ITB ini juga menyebutkan bahwa transfer teknologi ini bukan hanya sekedar soal kecepatannya. Namun, di dalamnya terdapat manfaat lain sebagai efek domino dari munculnya 5G.

Teknologi 5G ini membuka peluang bisnis baru bagi berbagai lini kehidupan dalam masyarakat dan bisa diterapkan hingga pada transformasi berbagai macam industri. Penerapan teknologi ini bisa berpotensi untuk meningkatkan pertumbuhan pendapatan sebesar 36% di tahun 2026 hingga US$ 619 billion. Besaran potensi masing masing sector adalah manufaktur (US$ 113 billion), energi and utilities (US$ 101 billion), public safety (US$ 78 billion), healthcare (US$ 76 billion), public transport (US$ 74 billion), media and entertainment (US$ 62 billion), automotive (US$ 48 billion), financial services (US$ 30 billion), retail (US$ 29 billion), agriculture (US$ 8 billion).

Tantangan kedepan dari adanya teknologi 5G di Indonesia adalah penerapan hingga pada innovasinya. Dengan kecepatan yang lebih tinggi, memungkinkan berbagai aplikasi yang sebelumnya tidak bisa dilakukan oleh 4G menjadi mungkin.

“Penemuan-penemuan mengenai bagaimana melakukan hal hal jarak jauh, bagaimana doctor bedah di Jakarta bisa membedah pasien yang berkebutuhan khusus di kota lain,” kata Eko.

Dari sudut pandang Sahat Hutajulu, Indonesia harus mengadopsi teknologi 5G karena bisa dipergunakan untuk menyelesaikan berbaa=gai permasalahan sosial yang ada. Mulai dari efisiensi di sector energi, efektifitas dan efisiensi pelayanan publik, menejemen kemacetan, defisit makanan, rendahnya keunggulan kompetitif dari industri dan manufaktur, koneksi internet, pengingkatan tingkat kualitas edukasi , ketimpangan pelayanan kesehatan, kecepatan pelayanan Kesehatan. Efisiensi sektor finansial, konektivitas di wilayah hingga kepada isu kebutuhan masyarakat mengenai lingkungan dan sosial yang keberlanjutan.

Memang tidak dapat dipungkiri bahwa sebagai konsekuensi penerapan teknologi jaringan terkii ini, terdapat berberapa hal yang perlu dipertimbangkan. Mulai dari ongkos investasi yang tinggi, pengadaan infrastruktur (baik itu fiber optik maupun spektrum frekuensi), diintegrasi pemerintahan dengan pemerintah daerah, meruginya keuangan bagi MNO maupun bisnis yang lainnya hingga pada keterbatasan kreativitas, inovasi dan pengaplikasiannya saat ini.

Diakhiri dengan pemaparan mengenai value creation sebagai imbas dari adanya jaringan 5G oleh dari Arief Musta’in. Hari ini, Industri telekomunikasi menjadi tulang punggung dari semua aktifitas kehiudpan sehari hari. Dari sisi value, pada dasarnya kita sudah tidak hardaware-centric seperti dulu lagi. Sekarang kita sudah berada di jaman software-centric, dimana proses penciptaan nilai yang muncul banyak berasal dari digital infrastruktur berbentuk software.

Perlu dipahami bahwa dalam perjalanannya industri telekomunikasi masih panjang. Arief pun percaya bahwa dimana nanti pada saat Indonesia sudah memiliki infrastruktur yang jauh lebih mumpuni dari hari ini, ekosistem yang sangat inovatif akan terbangun lebih baik lagi dari hari ini.

Kontributor: Erwin Josua, EMBA 2021