Sekitar tahun 1970-an, setiap orang dilaporkan dapat melihat 500 hingga 1600 iklan per harinya. Tanpa adanya transformasi strategi pemasaran menjadi digital, akan dibutuhkan semakin banyak iklan di baliho, televisi, koran, dan sarana. 

Memasuki tahun 2021, rata-rata iklan yang ditemukan oleh setiap orang meningkat pesat, diperkirakan sebanyak 6.000 hingga 10.000 iklan setiap harinya. Periklanan dan pemasaran saling terkait dalam beberapa cara. Banyak pelaku usaha menggunakannya secara bergantian.

Reinaldy Agung Pramudita membahas perkembangan periklanan tersebut saat mengisi kuliah tamu Pengalaman Bisnis Terpadu di Auditorium Nemangkawi SBM ITB pada Rabu (1/3). Kuliah ini membahas tentang keadaan terkini pemasaran produk ataupun jasa yang mulai bertransformasi, termasuk menjadi digital. 

Namun demikian, ada strategi pemasaran yang tidak hanya bertumpu pada wahana digital. Bahkan banyak perusahaan ternama menggunakan strategi ini, yaitu guerilla marketing. Guerilla marketing atau pemasaran gerilya adalah taktik pemasaran di mana perusahaan menggunakan kejutan atau interaksi yang tidak biasa untuk mempromosikan produk atau layanan. 

Pemasaran gerilya banyak terjadi di tempat-tempat umum tempat berkumpulnya banyak orang, seperti jalan, konser, taman umum, acara olahraga, festival, pantai, atau pusat perbelanjaan. 
“Salah satu elemen kunci dari pemasaran gerilya adalah memilih waktu dan tempat yang tepat untuk melakukan kampanye guna menghindari potensi masalah,” terang Rei.

Menurut Rei, guerilla marketing dapat menjadi solusi yang efektif untuk meningkatkan kesadaran terhadap produk atau jasa, namun dengan biaya yang dapat ditekan di era pemasaran digital. Pesan yang disampaikan pun lebih diterima karena penyebaran yang masif dan melalui perbincangan massa. Banyak startup yang saat ini menggunakan taktik tersebut, seperti influencer Arief Muhammad yang selalu memberikan bumbu-bumbu terhadap iklan produknya yang akan dia viralkan. 

“Terdapat 5 tipe guerilla marketing yang biasa digunakan perusahaan, yaitu viral marketing, stealth marketing, ambient marketing, ambush marketing, dan grassroot marketing,” sebut Rei.  
Viral marketing adalah teknik marketing yang memanfaatkan penyebaran informasi dari mulut ke mulut. Biasanya banyak terjadi pada media sosial. Sebagai contoh, ada Mixue yang distigma masyarakat sebagai malaikat pencabut ruko kosong, yang masyarakat tak sadari justru ini meningkatkan kesadaran brand terhadap Mixue.

Lalu ada stealth marketing, yaitu brand berusaha keras untuk memasarkan ke pelanggan tanpa mereka sadari bahwa mereka sedang diperdaya. Contoh yang dapat dilihat adalah jejak kaki kingkong di pantai santa monica, Amerika Serikat untuk promosi film KingKong Movie.

Reinaldy Agung Pramudita menjelaskan tentang stealth marketing

Ambient marketing adalah teknik pemasaran yang berusaha untuk berbaur dengan lingkungan sekitarnya. Berbeda dengan bentuk periklanan yang lebih eksplisit, ambient marketing dapat ditemukan seperti promosi di bangku bus. Alih-alih membuat kampanye yang menonjol, beberapa perusahaan mungkin berusaha untuk kampanye yang lebih halus untuk meminimalisir risiko pelanggan.
Sementara Ambush marketing adalah taktik pemasaran di mana perusahaan mencoba menggunakan efek ekor jas yang membuatnya tampil seperti sponsor meskipun sebenarnya tidak. Ini pernah terjadi pada pertandingan lari yang diikuti oleh Michael Johnson, di mana ia menggunakan sepatu merek Nike. 
Nike saat itu bukanlah sponsor pertandingan, namun karena sepatu yang digunakan Michael selalu disorot, Nike justru terlihat sebagai sponsor utama pertandingan. Padahal, sponsor pertandingan tersebut adalah Reebok.

Terakhir, ada grassroots marketing, yaitu teknik pemasaran yang dilakukan secara langsung pada konsumen di tingkat individu atau kelompok kecil. Dalam era digital, grassroots marketing menjadi 
semakin penting dan berpotensi untuk menghasilkan hasil yang signifikan bagi bisnis.

Ada pro dan kontra dalam guerilla marketing. Guerilla marketing menggunakan biaya yang relatif lebih efisien, biasanya memungkinkan untuk kreativitas yang lebih besar, serta dapat menjangkau audiens yang lebih luas. Sedangkan kekurangannya adalah kampanye yang sering kurang terarah sehingga sering kurang berhasil, memungkinkan pesan yang disampaikan tidak konsisten, dan lebih tidak dapat diprediksi karena sulit untuk melacak atau mengumpulkan data.

Kontributor: Bashravie Thamrin, Manajemen 2024