Kebutuhan manusia semakin banyak dan beragam. Banyak pintu terbuka untuk para pengusaha yang ingin membuat produk inovatif. Terlebih keberadaan teknologi membantu proses pemasaran menjadi lebih terampil dalam menghadapi pasar yang sangat dinamis juga kompleks.

Untuk menghadapi pasar yang serba kompleks, Dr. Jacky Mussry, CEO MarkPlus Institute menawarkan genre baru pemasaran, di mana aktivitas pemasaran dilakukan dengan pendekatan kewirausahaan. Pandangan itu dia paparkan saat mengisi Strategic Marketing Forum ep.2 pada Kamis (12/10).

Menurut Jacky, banyak pelaku bisnis yang masih melakukan pemasaran yang terlalu profesional. Semua aktivitas pemasaran dilakukan secara formal dan terlalu mengikuti prosedur. Nyatanya faktor kewirausahaan sendiri kurang diimplementasikan dalam strategi pemasaran. Kurangnya inovasi dan ide unik dalam perencanaan strategi membuat pemasaran itu sendiri kurang efektif. Di era pasca-normal sepanjang 2021-2030, menurut Jacky, praktik pemasaran mungkin perlu beradaptasi dengan sifat lingkungan bisnis yang dinamis dan tidak dapat diprediksi.

Pemasaran kewirausahaan seringkali melibatkan pendekatan yang inovatif, tangkas, dan berani mengambil risiko, menurut Jacky. Sedangkan pemasaran profesional cenderung mengikuti praktik terbaik dan standar industri yang telah ditetapkan. Untuk berkembang di era ini, tambah Jacky, bisnis perlu menemukan keseimbangan atau sinergi antara kedua pendekatan ini untuk menavigasi kompleksitas pasar.

Jika pelaku bisnis tidak menerapkan kesinambungan dua faktor ini, kata Jacky, maka kemungkinan besar perusahaan akan mengalami fenomena titik buta pemasaran. Semua strategi dan manajemen pemasaran sudah dilakukan, namun ada elemen yang tidak berhubungan, sehingga tujuan dari pemasaran tidak sepenuhnya tercapai.

Banyak alasan mengapa strategi pemasaran saat ini kurang ampuh. Pertama, seringnya mengabaikan lingkungan makro. Mengabaikan pengaruh eksternal dapat membuat perusahaan rentan terhadap gangguan yang tidak terduga dan menghambat kemampuannya untuk tetap kompetitif dan responsif terhadap kebutuhan pelanggan dan perubahan pasar. Selain itu, mengabaikan sumber daya manusia membuat pemasaran dan penjualan tidak selaras.

Terakhir adalah karena ketidakselarasan pemasaran dan keuangan. Konsep dasarnya adalah, ekuitas ditambah pengeluaran sama dengan aset, aset kemudian digunakan untuk menghasilkan penjualan, lalu penjualan akan berdampak pada laba bersih yang mana hasilnya bisa untuk deviden atau laba ditahan. Konsep dasar keuangan ini perlu dimengerti oleh para pelaku pemasaran agar mereka dapat membuat keputusan berdasarkan data, bukan sebatas KPI saja, menetapkan dan mengelola anggaran, dan menunjukkan nilai finansial dari aktivitas mereka. Hal ini juga memungkinkan mereka untuk berkontribusi secara efektif terhadap keberhasilan dan profitabilitas organisasi secara keseluruhan.

Menurut Jack, model bisnis teknologi harus dihubungkan dengan kemanusiaan, sedangkan pemasaran harus digabungkan dengan keuangan. Di mana di tengah dari semua sinergi tersebut terdapat divisi operasi yang mengeksekusi integrasi dan program dari kolaborasi keduanya. Pelaku bisnis harus bisa menyatukan aspek kreativitas dan produktivitas, improvisasi dan inovasi, kewirausahaan dan profesionalisme, juga kepemimpinan dan manajemen.

Maka model yang cocok untuk pemasaran dengan gaya wirausaha terdiri dari 3 strategi. Pertama, manajemen pelanggan, yang harus bisa melakukan positioning dengan pola pikir sebagai pencari peluang. Kedua, manajemen produk yang menciptakan diferensiasi produk atau upaya membuat suatu produk dan merek tampak berbeda juga unik dalam mata konsumen dalam dimensi dengan produk pesaing yang serupa. Ketiga, manajemen merek yang menjalankan kolaborasi untuk mereknya dalam bentuk apapun itu.

“Kita harus bisa menyeimbangkan kolaborasi dengan kompetisi. Kolaborasi dengan banyak pihak akan membuat kita mendapat banyak manfaat. Selain integrasi dikotomi ini, kunci lain dari efektifnya suatu pemasaran adalah melakukan engagement dan komunikasi,” ucap Jack Mussry.

Kontributor: Luthfaliya Zahira, Manajemen 2025