Dalam dunia yang semakin terhubung dan saling bergantung, negara-negara di seluruh dunia selalu terlibat dalam pertukaran barang, jasa, dan sumber daya dengan negara lain. Hal ini menciptakan jaringan perdagangan global yang kompleks.

Untuk itu, menguasai cara bernegosiasi dan membuat kesepakatan dengan negara lain merupakan hal yang sangat esensial. Deny W Kurnia, seorang Konsulat Jenderal di KJRI Shanghai, Tiongkok, menjelaskan seluk-beluk negosiasi tersebut saat mengisi kuliah tamu Integrasi Bisnis Asia di SBM ITB pada 25 Oktober.

Menurut Deny, perdagangan internasional sendiri memiliki pokok dan konsep dasar dalam negosiasinya. Diantaranya adalah melayani kepentingan para pihak yang terlibat.

Kita perlu mengidentifikasi kepentingan kebutuhan negara kita dan negara lain. Semua pemangku kepentingan seperti investor, pemasok dan lainnya memiliki preferensi yang harus diperhatikan.

Perlu diingat bahwa kita bernegosiasi untuk mencapai dan memenuhi tujuan. Selain itu, perhatikan penyebut persekutuan terendah, jadilah yang terbaik di antara yang terburuk, implementasikan sifat bebas, terbuka, dan adil yang artinya menetapkan adanya peraturan dan ketentuan, buat hubungan yang saling menguntungkan dan setara, komprehensif, modern, tinggi, dan berkualitas. Sementara konsep ini memberikan dasar yang kuat, kita juga perlu mengakui bahwa ada beberapa faktor yang bisa menjadi penghalang dalam mencapai kesepakatan yang berhasil.

Tantangan atau hal yang perlu diketahui seperti menyadari bahwa perdagangan hanyalah sebuah elemen berupa alat untuk bertukar. Semakin banyak pihak yang terlibat maka akan semakin rumit proses negosiasi nya. Terlebih lagi, ketika sikap kedua negara saling bertentangan dan tidak saling melengkapi, tingkat pembangunan (promosi – negosiasi – implementasi) yang cukup rumit, politik dalam negeri seperti distorsi, dan yang terakhir adalah kesan mengemis pada negara tetangga atau terlalu bergantung pada negara lain.

Dengan rumitnya tantangan yang harus dihadapi, perlu diingat bahwa kesempatan yang diberikan dengan adanya perdagangan ini juga cukup besar. Untuk memahami kesempatan secara lebih mendalam, elemen-elemen kunci yang terlibat berupa tujuan untuk kesejahteraan, mesin pertumbuhan dan pembangunan, peningkatan kompleksitas sistem produksi, regionalisme, kemitraan strategis dan persahabatan. Misalnya, ASEAN maju dalam perjanjian perdagangan. Sebab, presiden mempunyai hubungan baik dengan negara-negara Asean.

Terakhir, peran pemerintah dalam negara itu sendiri. Untuk mencapai perjanjian politik yang berhasil, diperlukan proses yang komprehensif dan melibatkan berbagai tahap, elemen, dan pemangku kepentingan. Proses dimulai dengan deklarasi niat, diikuti oleh penetapan mekanisme pengawasan dan prinsip dasar perundingan. Selanjutnya, pengembangan teks perundingan menjadi fokus utama, dengan tugas negosiasi, tawar-menawar, dan nasihat dari ahli politik.

Konsultasi dalam negeri dan pencapaian kompromi adalah elemen kunci untuk mencapai kesepakatan yang memadai. Setelah naskah-naskah yang disepakati difinalisasi, proses scrubbing hukum diperlukan untuk memenuhi persyaratan hukum.

Kemudian, penerapan hukum nasional atau ratifikasi merupakan langkah selanjutnya untuk menjadikan perjanjian sah secara hukum. Akhirnya, pemberlakuan perjanjian ini mengharuskan semua pihak untuk mematuhi ketentuan yang telah disepakati, menekankan pentingnya kerja sama dan keterlibatan serius dari semua pihak yang terlibat dalam mencapai tujuan bersama.

Tren saat ini memberi kita wawasan berharga tentang apa yang mungkin terjadi di masa depan. Beberapa indikator menunjukkan akan terjadi multipolarisasi, terkikisnya kepemimpinan Amerika Serikat, negara-negara terus berkembang, kesenjangan pembangunan terjadi, teknologi semakin tinggi, dan dunia yang saling terhubung.

Maka dari itu peran pemerintah harus bisa memfasilitasi segala kegiatan perdagangan internasional ini. Ada pemeran lain yang tentunya harus mengerti trennya seperti asosiasi industri atau pihak yang berkepentingan, yang di dalamnya terdapat pelaku industri, parlemen dan politik, LSM, organisasi internasional, hingga kelompok lobi.

Kontributor: Luthfaliya Zahira, Manajemen 2025