Implementasi bisnis berkelanjutan semakin penting pada era disrupsi digital ini. Prinsip keberlanjutan bisa memastikan bisnis tetap terus berjalan dan memiliki daya saing.

Untuk menjawab tantangan bisnis berkelanjutan di tengah disrupsi digital itu, SBM ITB berkolaborasi dengan Erji Project dan Nyampih menggelar seminar bertajuk “Sustainable Branding In Digital Ecosystem: Smartwaste And Empowerment People Sebagai Alternatif Branding Di Era Digital” di Fave Hotel Paskal Hyper Square, Bandung (28/12). Seminar ini untuk memberdayakan berbagai UMKM di Indonesia. Turut menjadi pembaca dalam seminar ini adalah Karin Winda Lestari, selaku Founder dan CEO Nyampih Indonesia; Rio Garia Aprillio, selaku Founder dan Direktur Erji Project; dan Firdilla Qonita, CEO Sugar Souvenir.

Satu Lokasi untuk Segala Urusan Limbah

Karin, alumni MBA SBM ITB, mendirikan Nyampih ketika masih menjadi mahasiswa kewirausahaan dan telah memenangkan berbagai penghargaan selama bisnis ini berdiri. Nyampih adalah startup yang didirikan oleh Karin dan teman-temannya atas keresahan bersama akan meningkatnya sampah di Indonesia, khususnya di area Bandung. 

Operasional mereka sudah berjalan di desa Gunung Gadung dan Gaenas, Kabupaten Sumedang, dan sekarang berharap untuk memperluas dampak positifnya. Mereka bertujuan untuk mengatasi isu sampah di Indonesia melalui sebuah aplikasi HP untuk pengumpulan dan pengolahan sampah secara berkelanjutan.

“Bandung sudah tidak lagi menerima pembuangan sampah sembarangan di TPA. Oleh karena itu, kita sendiri harus lebih prihatin,” ucap Karin.

Ketika seseorang menggunakan Nyampih, ia dapat menjadwalkan tanggal dan waktu untuk pengambilan sampah. Karang taruna lokal yang bekerjasama dengan Nyampih akan mengambil sampah tersebut dan menyimpannya secara sementara di tempat pembuangan akhir (TPA). Sampah lalu dibawa ke fasilitas terkait untuk diubah menjadi kompos organik, material, kemasan, perabotan, dan banyak produk lainnya yang mendorong sebuah ekonomi sirkular. Inilah cara Nyampih membangun inisiatif memilah dan membuang sampah dengan benar pada lingkungan rumah tangga, sekaligus menginspirasi UMKM lokal untuk berpartisipasi dalam gerakan ini.

“Kami terbuka untuk berkomunikasi dan menjalin kolaborasi dengan UMKM. Bapak-ibu tinggal memilah sampahnya saja, sementara sisanya kami yang urus.”

Kenangan Manis dan Ramah Lingkungan

Sementara bisnis Sugar Souvenir berawal dari Kabupaten Bandung, daerah penghasil tekstil dan kain. Karena pabrik tidak mampu menampung semua pekerja di sana, banyak orang tidak mampu mendapatkan pekerjaan sehingga meningkatkan pengangguran setempat.

“Nilai yang kami bawakan ada dua, yaitu pemberdayaan masyarakat dan lingkungan,” ujar Dilla. “Selain memberikan kesempatan kerja kepada masyarakat, kami juga berusaha untuk mengurangi sampah plastik. Mengapa? Karena plastik tersedia di mana-mana, dan proses pengolahannya sangat mudah dari awal hingga akhir.”

Sugar Souvenir didirikan pada tahun 2016 dan memproduksi lebih dari 60 jenis eco-souvenir setiap bulan. Workshop-nya berada di Desa Bojongmanggu, dengan lebih dari 20.000 produk jadi dikirim ke 2.800 klien lebih di Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunei, bahkan Amerika.

Ciri khas bisnis Sugar Souvenir adalah penggunaan pendekatan sosial. Mereka merekrut penduduk setempat dan sangat inklusif dalam memberikan kesempatan kerja, termasuk untuk janda, lansia, dan orang-orang dengan disabilitas. Selain itu, mereka menggunakan metode ramah lingkungan untuk menjalankan bisnis kerajinan ini, seolah-olah mendaur ulang sampah plastik menjadi kenangan manis.

Pelajaran lain yang diajarkan Dilla adalah konsep human marketing. Selain mengimplementasikan elemen sustainability, mereka juga memfitur orang-orang di balik Sugar Souvenir dalam konten mereka, sehingga meningkatkan rasa otentik brand tersebut dan memperkuat rasa kedekatan dengan pelanggan.

“Tujuannya adalah menciptakan souvenir yang dicintai oleh Bumi dan manusia.”

Semua Orang Dapat Membuat Konten

Rio mengenalkan konsep content creation kepada UMKM. Menurut Rio, semua orang dapat membuat konten. 

“Mengunggah foto di media sosial, menulis teks untuk mempromosikan produk ke teman-teman kita, itu semua konten,” ucap Rio.

Rio menjelaskan tentang berbagai macam teknik yang dapat digunakan untuk membuat konten yang cocok dengan bisnis. Materi ini meliputi berbagai hal, mulai dari produksi video, penggunaan sudut kamera, menambahkan suara menarik untuk mendorong engagement, hingga menggunakan efek dalam pengeditan video. Sebagai kreator, Rio juga menunjukkan contoh-contoh materi melalui konten yang pernah ia buat. 

Partisipan mampu berinteraksi secara langsung dengan Karin, Dilla, dan Rio melalui sesi forum group discussion. Mereka juga diundang ke dalam group chat setelah acara selesai, di mana mereka dapat melanjutkan diskusi, saling belajar, dan membangun kolaborasi antara bisnis. 

“Lumayan bagus. Tujuan awal saya ke sini adalah untuk belajar digital marketing. Ternyata banyak ilmu yang sudah saya dapatkan hari ini dan dapat dibawa lagi ke bisnis saya,” kata Farrel, seorang pemilik agensi travel peserta workshop.  

Bubun, seorang pemilik bisnis juga mengaku belajar banyak selama mengikuti  workshop. “Branding adalah topik yang harus diperhatikan oleh pemilik bisnis, karena berhubungan dengan bagaimana orang lain melihat bisnis kita, sama halnya seperti mereka melihat diri kita sendiri,” kata Bubun.  

Kontributor: Abdurrafi Prayata Abidin, Management 2024