SBM ITB tidak hanya sebagai institusi pendidikan semata, lebih dari itu. Bagi Dr. rer. pol. Eko Agus Prasetio, S.T., MBA, SBM merupakan sebuah rumah yang merangkul perjalanan hidupnya yang sekian lama berjalan, tempatnya berlabuh saat ini. Di balik perannya sebagai Wakil Dekan Bidang Akademik, tersimpan cerita panjang seorang anak yang sejak kecil harus berpindah-pindah kota mengikuti pekerjaan orang tuanya, tanpa pernah benar-benar memiliki “kampung halaman”. Lahir di kota metropolitan, Jakarta, besar di Madura, Bondowoso, hingga Mataram menggambarkan hidupnya sebagai perpaduan antara mozaik budaya dengan adaptasi.
Beranjak Berbagai Kota, Membentuk Banyak Budaya
Besar dan menghabiskan kehidupan akademiknya di pulau Jawa, hingga akhirnya menetap dan berkuliah di Institut Teknologi Bandung. Pengalaman hidup di berbagai kota membentuk pribadinya yang adaptif, terbuka, dan mudah belajar hal baru hingga membuat dirinya luwes dalam menghadapi berbagai tantangan yang ada. Bagi Eko, berpindah-pindah tempat tinggal membuatnya tak punya “daerah asal” yang bisa dibanggakan seperti anak-anak lain. Namun dari situlah muncul kekuatan berupa kemampuan beradaptasi dengan lingkungan baru dan menerima perbedaan.
“Saya nggak punya daerah asal untuk dibanggakan. Namun, saya jadi terbiasa masuk ke lingkungan baru, kenalan dengan teman baru, dan menyesuaikan diri dari kondisi yang ada.”
Menjejak ITB dan Mencari Arah Hidup
Sejak SMP, ITB telah menjadi cita-citanya. Waktu itu, tidak banyak anak dari SMA-nya di Mataram yang bisa masuk ITB, bahkan lima orang saja sudah dianggap rekor kala itu. Namun dengan tekad dan prestasi akademik yang kuat, Eko diterima di Teknik Fisika ITB pada tahun 1991. Di tengah keterbatasan sebagai anak daerah, dia tetap melangkah, meski sempat merasa “kecil” di tengah mahasiswa dari Jakarta atau Bandung.
Setelah menyelesaikan studi, Eko bekerja terlebih dahulu di dunia industri pada perusahaan Jepang sehingga membuatnya sempat tinggal di Jepang. Namun, setelah 10 tahun lamanya bekerja, kehausan akan ilmu membuat titik api dalam dirinya kian bangkit, rasa ingin tahunya membawanya kembali ke pendidikan untuk menempuh gelar masternya. Dia melanjutkan kuliahnya dan berhasil meraih gelar Master di Belanda. Tidak berhenti disitu, dia melanjutkan pendidikannya hinnga S3 di Jerman.
“Saya tidak pernah benar-benar merancang hidup saya arahnya bagaimana, karena itu tidak dapat ditebak. Ketika saya minta A, terkadang keinginan saya tidak terpenuhi. Namun, sejalan dengan kehidupan, seolah-olah jalan yang saya lalui sebelumnya terbentuk dengan sendirinya. Hal terpenting yaitu menjalaninya dengan kesungguhan,” katanya.
Menemukan Diri di Dunia Akademik dan SBM
Setelah perjalanan panjang yang bertahun-tahun tersebut, Eko bergabung dengan SBM ITB. Saat dia bekerja menjadi akademisi lantas dia baru menyadari bahwa menjadi dosen dan peneliti adalah panggilan jiwanya.
“Saya baru benar-benar menemukan passion saya setelah umur 40-an. Saya merasa benar-benar bangkit dan sangat bersyukur dalam menjalani kehidupan saya sekarang,” ungkapnya.
Dengan latar belakang teknik dan pengalaman global, dia memilih fokus dan tanggung jawab pada bidang manajemen teknologi, sebuah titik temu antara ilmu manajemen dan inovasi berbasis teknologi. Bahkan, dia dipercaya menjadi Head of Management of Technology (MoT) Laboratory
Baginya, teknologi punya peran andil besar dalam mengubah peradaban apapun itu era dan trennya. Sebab hal tersebut, dia percaya bahwa penting untuk memiliki pendidikan bisnis yang mampu memahami dan merespons perkembangan teknologi, baik dari sisi peluang maupun tantangannya. Karena hal tersebut, dia menginginkan agar SBM ITB menjadi sebuah institusi yang mampu mengintegrasikan hal tersebut kedepannya dengan mencetak dan mendidik mahasiswanya.
Mengawal Akademik dan Mendorong Kolaborasi Lintas Disiplin
Diberi amanah sebagai Wakil Dekan Akademik, Eko memiliki perhatian besar terhadap kualitas kurikulum. Dia ingin lulusan SBM tak hanya unggul secara akademik, tetapi juga memiliki perilaku dan karakter yang kuat, seperti open-minded, berani menghadapi tantangan, dan mampu berkolaborasi.
Di tengah pesatnya kemajuan teknologi dan perubahan industri, ia mendorong agar SBM menjadi sekolah bisnis yang relevan. Kolaborasi dengan fakultas teknik dengan penerapan model pendidikan lintas disiplin seperti major-minor atau program bersama dengan fakultas lain adalah bagian dari upayanya membangun SBM yang dinamis dan kontekstual di masa depan.
Nilai Hidup: Luck Favors The Prepared, Belajar dari film The Incredible
Jika harus merangkum perjalanan hidupnya dalam satu kata, kehidupan Eko tidak jauh dari kata “perseverance”. Baginya, ketekunan dan kegigihan adalah kunci bertahan dan menemukan jalan. Dia tidak buru-buru meninggalkan pekerjaan yang tidak sesuai passion, tetapi dia tetap bekerja sebaik-baiknya, hingga akhirnya arah menentukan dirinya, sehingga dia menemukan panggilan jiwanya di SBM.
Dia juga percaya bahwa dalam hidup, kita harus berani mengambil risiko.
“Saya pernah meninggalkan pekerjaan yang nyaman, keluar dari comfort zone demi melanjutkan S2, tanpa jaminan apapun. Namun, saya yakin, selama berusaha sungguh-sungguh, jalan itu akan terbuka.”
“Hidup tidak selalu linier. Tapi selama kita terus melakukan yang terbaik, akan ada jalannya.” ungkap akhirnya.