Gen Z memiliki kecenderungan rentang perhatian yang lebih pendek. Mereka terbiasa menerima informasi singkat dan padat. Demikian kata Staf Khusus Presiden sekaligus Founder Yayasan Pendidikan Kader Bangsa Indonesia (KBI) Dirgayuza Setiawan  saat menjadi pembicara dalam Human Capital Management (HCM) Talks Serie Kedua 2025 bertajuk “Managing Gen Z & National Resilience: Preserving Identity, Shaping the Future” yang digelar Sekolah Bisnis Manajemen Institut Teknologi Bandung di Bandung (27/8).

Menghadapi tantangan tersebut,  Dirga kemudian menerapkan kurikulum IB Diploma di sekolah-sekolah yang berada di bawah naungan Yayasan KBI yang ia dirikan. Kurikulum tersebut menekankan  literasi, dengan kewajiban membaca 40 novel untuk membentuk kebiasaan membaca mendalam bagi para siswa. Ada juga Visiting Weekend Leader Talk di sekolah-sekolah tersebut setiap akhir pekan untuk menumbuhkan apresiasi terhadap proses pembelajaran.

“Kami menyesuaikan pembelajaran dengan hal-hal yang dianggap menarik oleh siswa, termasuk menjadikan bahasa lebih menyenangkan, memanfaatkan AI, serta mendorong integrasi teknologi,” kata Dirgayuza. 

HCM Talks kali ini membahas strategi menghadapi tantangan dunia kerja di masa depan. Mulai dari pemanfaatan teknologi dan penguatan kemampuan melalui kecerdasan buatan (AI), soft skill dan hard skill, serta green skill. Diskusi dimoderatori oleh pengajar SBM ITB, Dr. Muhammad Yorga Permana.  

Sementara itu, Lanny Wijaya, Head of New Business and Public Sector LinkedIn Indonesia & Korea Selatan, menyoroti bagaimana tantangan yang dihadapi oleh Gen Z di masa depan. Lanny memaparkan bahwa terdapat 35,79 juta akun LinkedIn di Indonesia. Sebanyak 36 persen di antaranya berasal dari Generasi Z. Menurutnya, 85 persen dari pekerjaan yang akan ada di tahun 2030 saat ini bahkan belum ditemukan. 

“Dan setidaknya akan ada 64 pekerjaan yang terdampak oleh disrupsi AI,” kata Lanny. 

Lanny menekankan pentingnya transformasi tenaga kerja multigenerasi melalui pengembangan profesional T-shaped. Individu harus memiliki keahlian mendalam sekaligus wawasan luas lintas fungsi. Sebagai contoh, seorang sales manager idealnya memahami penjualan sekaligus operasi, SDM, dan pengalaman pelanggan, alias multi-tasking. 

Lanny menambahkan bahwa pembelajaran berkelanjutan harus diiringi dengan growth mindset untuk mengurangi “don’t know what we don’t know” dan lebih terbuka terhadap ilmu baru. Saat ini, tiga skill utama yang dapat dikembangkan melalui LinkedIn Learning menurut Lanny adalah Artificial Intelligence, soft & hard skill, dan green skill. Lanny menjelaskan bahwa AI, soft skill, dan hard skill saat ini menjadi sektor favorit industri, dengan fokus pada keamanan dan validitas data. 

“Kita semua berada di titik awal yang sama dalam pembelajaran. Jangan takut atau terlalu skeptis. Jika terjebak pada satu pertanyaan, kita bisa membentuk komunitas untuk berani bertanya dan belajar bersama,” kata Lanny.

Kontributor: Hansen Marciano, Management 2025