Lahir dari keluarga yang serba berkekurangan membuat Direktur Program MSM dan DSM Yuliani Dwi Lestari terpaksa hidup di lingkungan yang keras dan penuh dengan aksi kriminalitas, Gang Dolly di Surabaya. Kondisi wilayah yang ekstrim pada 1980-an tersebut tidak melepaskan Yuliani dari risiko tindak kejahatan. Cibiran, percobaan pelecehan seksual, korban perampokan, hilang di jalan bahkan diculik oleh orang yang tidak bertanggung jawab adalah sekian banyak cerita hidup dari Yuliani. Berkat perlindungan dan kekuasaan dari Tuhan, Yuliani bisa selamat hingga hari ini.

Semua itu diceritakan dia pada saat wawancara tim Marketing dan Komunikasi SBM ITB, Rabu (15/6/2022). Kondisi yang kurang mendukung bukan berarti tidak bisa sukses. Lewat didikan orang tua dan tekad untuk merubah nasib, Yuliani giat mencari beasiswa sejak SD untuk menempuh pendidikan. Yuliani bertekad bisa mencapai pendidikan yang lebih banik dari orangtuanya yang tamatan sekolah dasar.

“Semua itu berkat didikan yang diberikan oleh orang tua semenjak saya kecil. Mereka mengajarkan kami anak anaknya untuk merubah nasib lewat pendidikan. Dengan tekad perjuangan yang tiada henti, nasib itu bisa diubah. Saya dan keluarga bisa keluar dari lingkungan di Gang Dolly. Bahkan hingga hari ini, kami bisa terus membantu dan menginspirasi orang-orang di sana agar lebih perduli dengan pendidikan,” kata Yuliani.

Yuliani pun bercerita bahwa keluarganya awalnya dicibir karena mengutamakan pendidikan. Namun setelah Yuliani mandiri bekerja di Jakarta, mata orang di lingkungan tempat tinggalnya dulu menjadi terbuka mengenai pendidikan. Hingga akhirnya, seringkali keluarga Yuliani membantu para tetangga memberikan masukan tentang pentingnya pendidikan, strategi memilih sekolah dan hal terkait pendidikan lainnya.

Keputusan menjadi dosen

Menjadi dosen bukanlah perjalanan semalam. Banyak didikan, inspirasi, cerita hidup yang Yuliani alami sebelum akhirnya menjadi dosen menejemen operasi seperti saat ini.

Pada mulanya, semua berasal dari didikan orang tua. Didikan disiplin dalam menimba ilmu membuat 4 anak orangtua Yuliani, termasuk Yuliani memiliki minat dalam mengajar. Selanjutnya Yuliani juga mendapatkan inspirasi dari guru SD yang mendidik siswa dengan totalitas, bahkan menyisihkan waktu sore hari untuk memberikan tambahan pelajaran dengan menggunakan tembok dan lantai rumahnya sebagai papan tulis. Pengorbanan itu dilakukan semata-mata demi kepentingan dan masa depan siswanya. Pengalaman itu menginspirasi Yuliani untuk membantu banyak mahasiswa, baik yang mampu maupun tidak mampu untuk terus berprestasi dalam pendidikannya.

Selain didikan orang tua, Yuliani juga dari dahulu memang sudah memiliki minat untuk mengajar. Yuliani sempat mengajar untuk menambah biaya hidup. Baik itu selama menempuh pendidikan sekolah, hingga pada saat menempuh perkuliahan strata lanjutan di National Taiwan University of Science and Technology. Kecintaannya pada dunia pendidikan akhirnya membuat Yuliani terpanggil untuk mengabdikan sisa hidupnya sebagai pendidik.

 

Cerita di SBM ITB

Yuliani pun menuturkan bahwa SBM  multikultur dan terbuka bagi semua insan terbaik di Indonesia. “Contohnya saya dosen SBM yang bukan alumni ITB. Hal ini membuat SBM ITB itu bisa kaya akan banyak kultur budaya dari banyak daerah maupun kultur belajar dari berbagai kampus terbaik di dalam dan luar negeri,” ujar Yuliani.

Pada mulainya menjadi dosen di SBM, Yulani punya kekhawatiran karena bukan alumni ITB. Ekspektasinya pun menjadi sederhana dan tidak terlalu muluk-muluk. Hal yang terpenting adalah rajin dalam bekerja dan memberikan yang terbaik saat mengajar.

“Namun, apa yang saya pikirkan ternyata salah. SBM ITB memiiki pemikiran yang terbuka dan sangat menghargai tiap komponen di dalamnya. Saya terima semua kritik dan saran yang ada untuk kemajuan saya dalam sistem SBM. Walaupun demikian, lingkungan sistem pendidikan di sini tetap fokus dengan kelebihan yang saya miliki. Sehingga akhinya hingga hari ini saya sangat nyaman, senang, respek dan menghargai seluruh sistem SBM ITB,” tutur Yuliani.

Yuliani menceritakan bahwa SBM ITB adalah organisasi yang sehat. Selama 18 tahun sudah mampu berada di kancah internasional lewat akreditasi unggul AACSB. Hal tersebut tidak terlepas dari mahasiswa yang cerdas, sistem kerja yang supportif dan tugas-tugas yang menantang di setiap kesempatan. Tanpa SBM ITB, Yuliani pun tidak mungkin bisa masuk ke dalam jajaran dosen terbaik pada 2018. Tanpa dukungan SBM ITB, Yuliani tidak akan mendapatkan kesempatan untuk menjalankan tugas dari Kementrian Pendidikan Indonesia menjadi juri Program Perusahaan Pemula Berbasis Teknologi (PPBT) oleh Kementerian pendidikan.

Di akhir kata, dengan segala hal yang telah diterima, Yuliani pun terus berupaya untuk memberikan kontribusi terbaiknya untuk mendidik putra dan putri terbaik bangsa. Walaupun SBM ITB telah dikenal seluruh Indonesia, Yuliani pun terus mendorong SBM ITB agar dapat menjadi salah satu sistem pendidikan terbaik di kancah internasional.

Kontributor: Erwin Josua, EMBA 2021