Sebagai pencipta wirausaha yang tangguh, inkubasi bisnis diharapkan dapat berkontribusi untuk memberikan nilai tambah bagi dunia entrepreneurship education khususnya menjadi jaring pengaman bagi para startup dalam memulai usahanha. Poin tersebutlah yang diangkat oleh Direktur The Greater Hub Business Incubator SBM ITB (TGH SBM ITB), Dr Dina Dellyana dalam acara Times Higher Education Edisi Asia Tenggara yang berkonjungsi dengan National University of Singapore di Singapura. (7/12/22 – 8/12/22)
Secara garis besar, inkubasi bisnis di TGH SBM ITB, memiliki rancangan besar yang adaptif untuk membangun bisnis mula yang dapat mengimbangi perkembangan bisnis di tengah ketidakpastian. Dimana inkubasi bisnis saat ini perlu lebih berfokus pada pembentukan usaha rintisan yang memanfaatkan penggunaan teknologi, pemastian adanya path to profitability dan model bisnis yang berkelanjutan serta dampak sosial dan lingkungan.
Berjuang dengan situasi pandemic dan pasca pandemic, inkubasi bisnis pun perlu beradaptasi dengan maksimal. Dari mulai tahapan inkubasi, kurikulum, pola monitoring, format kegiatan dari luring, daring, hybrid hingga metaverse, juga pelibatan alumni, komunitas hingga pelibatan venture capital lebih dini pada tahapan inkubasi.
Menurut Dina, situasi terkini justru berdampak baik pada peningkatan manajemen kerja jarak jauh, juga membuat startup lebih berfikir keras untuk mencari model bisnis yang potensial. “Usaha rintisan justru mampu mengelola tim nya dari jarak jauh. Banyak individu yang teruji dan semakin tangguh. Mereka menjadi lebih efektif, efisien serta disiplin. Selain itu, tiap individu dapat menjalankan tugas ganda serta menciptakan keseimbangan antara kerja dan kehidupan pribadinya lebih baik dari sebelumnya. Selain itu mereka jadi lebih kritis memikirkan model bisnisnya” tutur Dewan Pakar Komite Kreatif Kota Bandung, Dinas Kebudayaan & Pariwisata Kota Bandung.
Fenomena Bubble Burst Usaha Rintisan
Di sisi lain, tantangan yang dihadapi oleh para pendiri usaha hari ini adalah turbulensi, ketidakpastian, kebaruan serta ambiguitas. Terutama di asia, minimnya pengalaman dalam penanganan usaha teknologi dapat menjadi suatu fenomena tersendiri. Seperti halnya hari ini, kita menghadapi fenomena bubble burst di banyak usaha rintisan terdahulu.
“Harapan kedepannya, kita dapat menguatkan karakter khas dari wirausahawan seperti kepemimpinan, optimisme, percaya diri, passion, disiplin, proaktif, berpemikiran terbuka, ketekukan, kegigihan, kompetitif serta karakter positif lainnya, selain daripada potensi dari bisnis itu sendiri” tutur Dina.
Sebagai solusinya, Dina memiliki strategi untuk berkolaborasi dengan expert dari dalam dan luar negeri melalui kerjasama internasional dan co-incubation program. Selain itu melakukan co-design curriculum dengan venture capital untuk memastikan para startup sudah menempuh jalan yang mendekati kriteria yang diinginkan oleh venture capital. Kolaborasi lainnya juga dalam bentuk transfer pengetahuan, pembelajaran, adopsi, adaptasi, serta pembelajaran yang kontinu dengan berbagai pihak.
Potensi Usaha Rintisan
Di akhir pertemuan, Dina menyatakan bahwa secara khusus di Asia Tenggara, pada dasarnya memiliki banyak potensi usaha rintisan yang masih potensial. Dina memberikan beberapa contoh seperti industry yang belum efisien, adalah keuangan syariah, teknologi halal, manajemen kesehatan, pengolahan produk diversifikas hasil perkebunan dan pertanian termasuk manajemen rantai pasol, penerapan logistic yang efisien dan low coat, system pendukung UMKM, dan literasi keuangan.
Dengan adanya fenomena-fenomena yang ada, diharapkan kita bisa lebih membangun kesadaran dan menguatkan diri para startup untuk menghadapi semua kemungkinan yang mungkin terjadi.