Ikatan Alumni SBM ITB mengadakan forum bertajuk “SBM Then, Now, and Next” di Bandung (26/4). Digelar setelah Syukuran Wisuda SBM ITB Periode April 2025, forum tersebut didukung oleh SBM ITB dan MFA Group. 

Forum ini menghadirkan para co-founder SBM untuk berbagi perjalanan masa lalu, situasi saat ini, serta harapan ke depan. Membuka acara, Ketua Ikatan Alumni SBM ITB, Novrizal Utama, tmenegaskan tujuan forum ini sebagai ajang untuk mengenang sejarah, memahami kondisi terkini, dan merumuskan masa depan SBM. 

“Tujuan acara ini adalah untuk bernostalgia, memahami kembali awal mula SBM, serta membicarakan kondisi dan harapan ke depan,” ujarnya.

Dekan SBM ITB, Prof. Dr. Ir. Ignatius Pulung Nurprasetio, M.SME, juga menekankan pentingnya peran alumni dalam menjaga keberlanjutan sekolah. 

M. Firaldi Akbar, alumni angkatan 2006 sekaligus pemilik MFA Group, memaparkan tantangan fragmentasi dalam komunitas alumni SBM yang masih muda. Ia membagikan visi penguatan ikatan alumni melalui dua tahap. Tahun pertama fokus mengajak 100 perusahaan menjadi dewan penunjang lewat kolaborasi bisnis. Lalu pada tahun kedua membangun aset, patungan, serta sekretariat untuk mendukung kemandirian organisasi.

Diskusi kemudian berlanjut bersama Ir. Budi Permadi Iskandar, M.SP., Prof. Dr. Aurik Gustomo, S.T., M.T., Deddy P. Koesrindartoto, Ph.D., dan Prof. Donald C. Lantu, Ph.D. Budi menyoroti perjalanan awal SBM yang berkembang pesat namun penuh tantangan. 

“Dalam 10 tahun pertama, SBM tumbuh sangat cepat. Tantangannya adalah bagaimana tetap unggul tanpa ‘memakan’ diri sendiri,” ujarnya.

Aurik menambahkan bahwa SBM sejak awal didirikan memang menargetkan diri menjadi sekolah bisnis berstandar internasional. SBM akhirnya meraih akreditasi AACSB dengan percepatan luar biasa. 

“Misi Innovation, leadership, dan entrepreneurship adalah bentuk dari growth mindset, di mana profit diperoleh dengan meningkatkan pendapatan, bukan menekan gaji pegawai,” kata Aurik. 

Sementara Deddy menggambarkan tantangan masa kini, dengan semakin banyaknya pesaing baru di dunia pendidikan. 

“Sesuai game theory, kita harus punya mentalitas menjadi yang terbaik, karena lawan terbesar kita adalah diri sendiri,” tegasnya.

Adapun Donald C. Lantu menyoroti bahwa industri pendidikan masih sangat potensial. Ia berharap ITB dapat menjadi institusi yang lebih inklusif dan menghadirkan pendidikan bertaraf internasional bagi masyarakat luas.

Melalui diskusi ini, alumni dan dosen SBM ITB menyadari bahwa kolaborasi menjadi kunci utama untuk menjaga keunggulan dan menjawab tantangan masa depan.

Kontributor: Hansen Marciano, Manajemen 2025