Anggara Wisesa baru dilantik pada awal 2023 lalu sebagai Kepala Program Studi Magister Sains Manajemen-Doktor Sains Manajemen (MSM-DSM) ITB. Doktor yang akrab disapa Awi tersebut tak disangka sempat berpindah-pindah jurusan dan kuliah semasa sarjana. 

Pada tahun 1999 dia sempat menempuh pendidikan sarjana di Fakultas Psikologi perguruan tinggi swasta. Namun dia memutuskan untuk pindah ke perguruan tinggi negeri. Dua tahun kemudian, Awi pindah lagi dan akhirnya menamatkan gelar sarjananya pada tahun 2005 di Program Studi Ilmu Filsafat, Universitas Indonesia. 

Awi juga ternyata hobi mengoleksi tokoh aksi. Bahkan ia membiayai kuliahnya melalui hobi tersebut. Semenjak mengoleksi figur karakter, ia tergabung ke dalam komunitas hobi itu. Banyak orang menitipkan pembelian figur karakter yang Ia beli langsung dari luar negeri dan menjadi ladang usaha bagi Awi.

Selepas sarjana, Awi bergabung sebagai tutor mata kuliah Kajian Tatanan Masyarakat, Etika dan Hukum Bisnis, Agama dan Etika, dan Layanan Masyarakat di Sekolah Bisnis dan Manajemen (SBM) ITB pada tahun 2006. Tidak lama setelah itu, Awi melanjutkan pendidikan magister di bidang Manajemen Sumber Daya Manusia (SDM) pada Universitas Katolik Parahyangan dan lulus pada tahun 2009. 

Dua tahun kemudian, menggunakan penelitian akhirnya saat meraih gelar Magister, Awi melanjutkan pendidikan Doktor Filsafat di Universitas Indonesia dan selesai pada tahun 2016. Ia memperkuat penelitian sebelumya dari sisi teoritis dan filsafat.

Ketertarikan Dr. W. Victo Anggara Wisesa, S. Hum., MM., dalam mempelajari manusia dimulai ketika ia mengamati kegiatan masyarakat dari kejauhan. Psikologi memang pilihan pertama kali Awi untuk mempelajari hal tersebut, namun akhirnya ia memutuskan mempelajari manusia dari perspektif filsafat.

“Pembelajaran manusia melalui perspektif filsafat berdasarkan argumentasi, mencoba memahami pemikiran manusia, tidak ada benar atau salah, dan kita bebas berekspresi di situ. Dan yang terpenting adalah mengapresiasi pemikiran seseorang, sehingga kita bisa menyelami latar belakangnya, kenapa dia bisa sampai pada pemikiran tersebut, itu yang menarik,” ujar Awi. 

Ketertarikan Awi dalam mempelajari manusia sejalan dengan mata kuliah Kajian Tatanan Masyarakat pada jenjang sarjana. Mata kuliah yang sudah ada sejak SBM berdiri ini merupakan pembelajaran kegiatan ekskursi dengan tujuan membangun empati, kesadaran sosial, dan budaya lewat perbedaan. 

Gambaran kegiatannya adalah mahasiswa tahap persiapan bersama (TPB) alias mahasiswa baru, dihadapkan dengan masyarakat dan lingkungan yang berbeda, sehingga mereka dituntut untuk beradaptasi dengan masyarakat tersebut. Kemudian mahasiswa dapat mempelajari pola pikir dan perilaku masyarakat tersebut untuk memahami dan menghargai perbedaan.

Mata kuliah ini berbeda dengan mata kuliah pelayanan masyarakat atau lebih dikenal sebagai Kuliah Kerja Nyata (KKN). Pada KKN, mahasiswa mengimplementasikan hasil pembelajaran sesuai keilmuan (jurusan) yang ditempuh, sehingga mahasiswa menjadi katalisator bagi perubahan masyarakat setempat. Tujuannya pun berbeda, antara lain pemberdayaan masyarakat dan tanggung jawab sosial mahasiswa terhadap masyarakat.

Setelah bertahun-tahun menjadi pengajar saja, Awi mulai menapaki peran struktural di SBM ITB. Perjalanan Awi menuju ranah struktural dimulai ketika dia bergabung sebagai anggota Principles for Responsible Management Education (PRIME) SBM ITB. Kemudian pada tahun 2019, Awi menjadi Wakil Ketua Program Studi MSM-DSM yang diketuai oleh Yunieta Anny Nainggolan S.E., M.Com., Ph.D. Pada tahun 2020, periode kepemimpinan berganti, namun Awi masih menjabat sebagai Wakil Direktur. Hingga pada awal tahun 2023, Awi dipilih oleh senat untuk menjadi direktur program selama 2 tahun ke depan.

Motivasi Awi memimpin teman-teman di Program Studi MSM-DSM adalah untuk membantu mereka menjadi peneliti dengan memperkuat fundamental teori dan konsep manajemen, sehingga mahasiswa paham secara mengakar. Melalui gaya kepemimpinan Awi yang humanis atau manajemen sentuhan manusia, ia melepas segala bentuk formalitas di lingkungan sivitas akademika dan memberikan keleluasaan ruang untuk berinovasi. Gaya tersebut diimbangi dengan pendekatan strategis yang menuntut Awi untuk lebih berinisiatif memutuskan hal yang lebih mendesak.

“Gaya kepemimpinan ini tidak berbeda dari kepemimpinan sebelumnya, namun saya hanya memperkayanya di periode kepemimpinan saya,” ujar Awi. 

Satu prinsip yang dipegang Awi dalam kehidupannya adalah, “jangan melakukan suatu hal yang buruk untuk jadi alasan kebaikan.” Frasa itu ia artikan sebagai, “berbuatlah kebaikan demi kebaikan itu sendiri”. 

Pesan Awi untuk teman-teman yang sedang berkuliah adalah fokus pada tugas, memberikan pelayanan terbaik untuk semua orang, dan menjadi pribadi yang memiliki prinsip. Karena program studi yang ia pimpin dianggap sebagai panggilan hidup untuk menjadi seorang peneliti, tautkanlah tujuan hidup, jadikan momen pembelajaran ini perjalanan pencapaian sebagai manusia.

Kontributor: Aliva Rachma Delia, MBA YP 67